Siapa Maria bagi Gereja
A. Santa Perawan Maria diangkat ke Surga
Pada hari ini, kita merayakan peristiwan iman “Maria diangkat ke Surga”. Kita diajak Gereja untuk merenungkan perbuatan besar yang dikerjakan Allah bagi Maria, Bunda Kristus dan Bunda seluruh umat beriman. Kita percaya bahwa Maria telah dipilih Allah sejak awal mula untuk menjadi Bunda PuteraNya, Yesus Kristus. Untuk itu Allah menghindarkannya dari noda dosa asal dan mengangkatnya jauh di atas para malaikat dan orang kudus. Gereja percaya bahwa Allah mengangkat Maria ke surga dengan jiwa dan badan, karena peranannya yang luar biasa dalam karya penyelamatan dan penebusan Kristus. Kebenaran iman ini dimaklumkan sebagai dogma dalam Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus oleh Sri Paus Pius XII (1939 – 1958) pada tanggal 1 November 1950. Maklumat ini dapat dipandang sebagai ‘mahkota’ perkembangan devosi dan teologi seputar masalah ini. Dogma ini sama sekali tidak menentukan apa – apa sehubungan dengan kematian Maria. Tidak diketahui secara pasti apakah Perawan terberkati ini meninggal, tetapi kalau pun toh terjadi, kematiannya tentu tidak disertai dengan ketakutan dan penderitaan sebagaimana biasanya dialami manusia, bahkan sebaliknya diliputi ketentraman dan kegembiraan sebagai suatu perpindahan dari dunia ke dalam keabadian. Dogma ini pada hakekatnya bertumpu pada iman umat sejak dahulu kala, bukannya pada satu teks Alkitab tertentu. Dalam Konstitusi Apostolik itu, Sri Paus menyatakan: “Kami memaklumkan, menyatakan dan menentukannya sebagai suatu dogma wahyu ilahi: bahwa Bunda Allah yang Tak Bernoda, Perawan Maria telah menyelesaikan hidupnya didunia ini, diangkat dengan badan dan jiwa ke dalam kemuliaan surga”. Di antara 1849 – 1950, Vatikan dikirimi banyak sekali permohonan dari segala penjuru dunia agar kepercayaan akan Maria Diangkat ke surga diumumkan secara resmi sebagai dogma. Pada tanggal 1 Mei 1946, Paus Pius XII (1939 – 1958) mengirim kepada para uskup sedunia Ensiklik Deiparae Virginis; di dalamnya paus menanyakan para uskup sedunia sejauh manakah mereka setuju agar dogma itu benar – benar dimaklumkan. Jawaban para uskup hampir senada, yaitu positif. Paus bertitik tolak dari persatuan mesra Maria dengan Yesus, Puteranya, khususnya semasa Yesus masih kecil. Persatuan ini diyakini sebagai tidak mungkin tidak diteruskan selama – lamanya; tak mungkin Maria yang melahirkan Yesus dapat terpisah dari Yesus secara fisik. Selaku Puteranya, Yesus tentu menghormati ibuNya, bukan hanya BapaNya. Tanda – tanda pertama ibadat kepada Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, ditemukan para ahli di kota Yerusalem dalam masa awal Gereja Kristen. Pesta Maria Diangkat ke Surga sudah populer sekali di kalangan Gereja Timur pada abad ke VIII. Konsili Vatikan II bicara juga tentang Dogma Maria Diangkat ke Surga. Konsili mengatakan: “Akhirnya, sesudah menyelesaikan jalan kehidupannya yang fana, Perawan Tak Tercela, yang senantiasa kebal terhadap semua noda dosa asal, diangkat ke kejayaan surgawi dengan badan dan jiwanya” (LG No.59). Dalam Lumen Gentium Nomor 68 tertulis: “Bunda Yesus telah dimuliakan di surga dengan badan dan jiwa, dan menjadi citra serta awal penyempurnaan Gereja di masa datang. Begitu pula dalam dunia ini – sampai tiba hari Tuhan (bdk. 2Ptr 3:10)-, ia bersinar gemilang sebagai tanda harapan yang pasti dan tanda hiburan bagi umat Allah yang sedang berziarah”. Yesus yang sungguh Allah dan sungguh Manusia sekarang bertahkta di surga sebagai Raja kepadaNya telah diserahkan seluruh kekuasaan di surga dan di dunia. Dan Maria, ibuNya menyertai Dia dengan setia dalam seluruh karyaNya di tengah – tengah manusia kini bertahkta juga di surga sebagai Ratu Surgawi, yang mendoakan kita dihadapan PuteraNya dan menolong kita dalam semua kedudukan kita. Di dalam Yesus dan Maria, keluhuran martabat manusia tampak dengan cermelang. Kecermelangan martabat manusia itu bukan terutama karena keangungan manusia di antara ciptaan lainnya melainkan terutama karena karya Penebusan Yesus Kristus, Putera Maria, dan persatuan mesra denganNya. Pengangkatan Maria ke Surga dengan badan dan jiwanya menunjukkan juga kepada kita betapa tingginya nilai tubuh manusia dihadapan Allah karena Penebusan Yesus Kristus dan perastuan erat mesra denganNya. Oleh penebusan dan persatuan ini, tubuh kita tidak sehina tubuh hewan karena sudah dikuduskan oleh Kristus. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita menghormati tubuh kita dan tubuh oranglain. Sehubungan dengan itu, biasanya kita berdoa: “Bunda Maria yang tak bernoda, murnikanlah badanku dan sucikanlah jiwaku!” Santo Tarsisius, Martir Tarsisius dihormati Gereja sebagai pelindung para akolit dan pelayan Misa. Menurut tradisi abad ketiga, yang didasarkan pada sebuah syair dari Paus Santo Damascus (366 – 384), Tarsisius adalah seorang martir yang mati di tangan orang – orang kafir karena ia menolak menyerahkan Tubuh Kristus kepada anjing – anjing penindas itu. Sedangkan menurut tradisi abad keenam, Tarsisius dikenal sebagai seorang akolit muda yang ditugaskan membawa Komuni Kudus kepada orang – orang Kristen yang dipenjarakan selama masa penganiayaan yang dilancarkan oleh Kaisar Valerianus (253 – 260). Penghormatan dan kebaktian kepada Sakramen MahaKudus didasarkan pada kesaksian iman Tarsisius. Tarsisius dikuburkan di pekuburan Santo Kallistus di Roma.
B. Gelar Maria Sebagai Penebus Serta
Walaupun hingga kini belum diakui secara resmi oleh Bunda Gereja (Magisterium, Kolegium Para Uskup Gereja Katolik seluruh dunia di bawah pimpinan Paus sebagai uskup Roma), umat Kristen Katolik juga menyebut Bunda Maria Penebus Serta (Coredemtrix =penebus serta, kawan atau rekan penebus). Dengan gelar penebus serta tidak berarti kita memiliki dua penebus, penebus dan juru selamat kita hanya Yesus Kristus (Lihat Yoh 14:6; Kis 4:12; Mat 20:28; Mrk 10:45; 1Tim 2:6). Maria mendapat Gelar Penebus serta karena ia memegang peranan yang sangat penting dalam sejarah keselamatan. Bila kita perhatikan Lukas 1:38 "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." disini jelas bahwa Maria mau mengandung Yesus yang adalah Juruselamat dan Penebus (dengan segala konsekuensinya bahkan Penderitaan dan kepedihan "dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri" Luk 2:35), Maria bisa saja menolak, karena setiap manusia dikaruniai kehendak bebas (bdk Ul 30:19), nah inilah yang menjadikan Maria sebagai penebus serta, karena ketidaktaatan manusia akan kehendak Allah "ditebus" dengan Ketaatan Maria kepada kehendak Allah. Itulah sebabnya para Bapa Gereja mengatakan bahwa Maria adalah Hawa yang baru (a new Eve) hal itu diungkapkan oleh St. Justinus Martir dan Irenaeus pada Abad ke 2 bahkan St. Hieronimus mengatakan "Per Evam mors, per Mariam vita" Maut datang melalui Hawa, kehidupan datang melalui Maria.
Dalam hal ini Maria tidak ikut menebus seperti Yesus, tetapi maria membuka jalan sehingga karya Penebusan itu terjadi. Kerjasama yang erat antara Allah dan Maria membuat karya keselamatan itu terjadi karena itulah Maria mendapat gelar Penebus serta atau Rekan Penebus (Co Redemptrix)
Ada anggapan bahwa Kita akan semakin sulit mengerti gelar Maria sebagai Coredemtrix bila kita berhadapan dengan gelar Maria "dikandung tanpa noda dosa" (dogma: Maria Immaculate Conception).Dogma Maria "dikandung tanpa noda dosa asal" maksudnya bahwa sejak Maria dikandung oleh ibunya (St. Anna), Maria telah dilindungi atau ditebus secara istimewa oleh Allah sehingga ia tidak terkena dosa asal Adam-Hawa agar layak menjadi ibu Juru Selamat Yesus Kristus. Masalah: Kita percaya bahwa karya penebusan Yesus Kristus itu bersifat universal. Maksudnya, semua orang, tanpa kecuali, sejak Adam dan Hawa, ditebus Yesus dari dosa asal. Tapi kita yakin bahwa Maria sudah bebas dari dosa asal, maka Maria tidak terkena karya penebusan Yesus. Akibat lebih lanjut karya penebusan Yesus tidak universal. Persoalan ini dijelaskan Gereja dengan mengatakan bahwa karya penebusan Yesus Kristus tidak dibatasi ruang dan waktu. Yesus sudah mulai menebus secara sebelum Ia menjelma menjadi manusia. Ia sudah menebus ibuNya Maria dari noda dosa asal sebelum supaya layak menjadi BundaNya, dan dengan demikian karya penebusan Yesus tatap universal. Kalau kita percaya bahwa sebagai Allah karya penebusan Yesus bisa saja tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Ia bisa saja sudah mulai berkarya secara efektif sebelum menjelma menjadi manusia. Tapi dalam hubungan dengan gelar coredemtrix, bagaimana kita bisa mengerti kalau Maria juga sudah ikut menebus bersama Yesus sejak sebelum Ia menjadi menusia? --> Terhadap masalah ini pertama-tama kita harus melihat bahwa Maria tidak ikut menebus seperti Yesus. lalu hubungannya dengan Dogma Maria dikandung tidak bernoda asal adalah sbb: Maria dikandung tidak bernoda untuk mengantisipasi kelahiran Yesus sehingga Maria sejak dalam kandungan ibunya bebas dari noda dosa sehingga Maria menikmati karya penebusan itu terlebih dahulu (untuk lebih jelasnya lihat Maria disebut tabut perjanjian, Maria dikandung tanpa Noda Dosa (Immaculata) & Maria Diangkat ke Surga). tetapi Maria itu tetap seorang manusia dan dengan demikian ia memiliki kehendak bebas untuk memutuskan sesuatu (bdk Ul 30:19). lalu Maria memilih taat kepada kehendak Allah dengan mau dan bersedia melahirkan Yesus, maka ketika ia menyetujui untuk mengandung Yesus maka ia setuju untuk bekerjasama dengan Allah dalam mewujudkan karya keselamatan dengan hal inilah ia disebut Rekan Penebus (Penebus Serta / Co-Redemptor)
26 Agustus 2004 17:25
C. Pesan Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II Pada Hari Minggu Misi 2004
Ekaristi dan MisiSaudara-saudariku terkasih ,
1. Kegiatan misioner Gereja merupakan satu hal yang tetap mendesak, juga pada awal milenium ketiga ini, sebagaimana sudah sering saya katakan. Misi, sebagaimana saya tegaskan dalam Ensiklik Redemptoris Missio masih jauh dari sempurna, dan karena itu kita harus membaktikan seluruh diri kita dengan sepenuh hati untuk melaksanakan tugas perutusan ini (Redemptoris Missio no.1). Seluruh Umat Allah , pada setiap saat dalam ziarah sepanjang sejarah hidupnya, dipanggil untuk turut merasakan “Kehausan Penebus”(Yoh 19,28). Kehausan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa sungguh-sungguh dirasakan oleh para orang kudus: sebagai contoh Santa Theresia Lisieux , Pelindung Misi, dan Uskup Comboni, seorang rasul besar dari Afrika yang belum lama ini saya dengan rasa bahagia memberinya gelar kudus.
Tantangan sosial dan religius yang dihadapi umat manusia dalam kehidupan kita sehari-hari, mendorong umat beriman untuk membarui diri dalam semangat perutusan. Ya! Dewasa ini perlu dicanangkan kembali semangat perutusan “ad gentes”(kepada bangsa-bangsa), bermula dengan pewartaan tentang Kristus, Penebus umat manusia. Kongres Ekaristi Internasional yang akan diselenggarakan di Guadalajara, Meksiko pada bulan Oktober, Bulan Misi, akan menjadi kesempatan yang luar biasa untuk bertumbuh dalam kesadaran misioner bersama di sekitar meja kurban Tubuh dan Darah Kristus.
Berhimpun di sekitar altar, Gereja mengenal lebih baik asal-usul dan tugas perutusannya. Sebagaimana ditegaskan secara jelas dalam tema peringatan Hari Minggu Misi Sedunia tahun ini, “Ekaristi dan Misi” tak dapat dipisahkan. Selain refleksi tentang hubungan antara misteri Ekaristi dan misteri Gereja, pada tahun ini dikenangkan pula Santa Perawan Maria, bertepatan dengan peringatan 150 tahun penetapan Dogma Maria Dikandung Tanpa Noda (1854-2004). Marilah kita merenungkan Ekaristi dengan dengan cara Maria. Sambil memohon pengantaraan Bunda Perawan, Gereja mempersembahkan Kristus, Roti Keselamatan, kepada semua bangsa supaya mereka mengenal dan menerima Dia sebagai satu-satunya Penyelamat umat manusia.
2. Kembali ke Ruangan Perjamuan Terakhir, tahun lalu, tepatnya pada Hari Kamis Putih, saya telah mencanangkan Ensiklik Ecclesia de Eucharistia. Saya ingin mengambil dari ensiklik ini beberapa pesan yang akan menolong kita, Saudara-saudari yang terkasih, untuk menghayati Hari Minggu Misi Sedunia tahun ini dengan semangat Ekaristi. “Ekaristi membangun Gereja dan Gereja mengampuhkan Ekaristi” (Ecclesia de Eucharistia no.26). Demikianlah saya telah menulis, seraya mengamati bagaimana misi Gereja merupakan kelanjutan dari misi Kristus (Bdk. Yoh 20,21) dan menimba kekuatan rohani dari persatuan dengan Tubuh dan DarahNya. Tujuan dari Ekaristi adalah “persekutuan umat manusia dengan Kristus dan di dalam Dia dengan Bapa serta Roh Kudus. (Ecclesia de Eucharistia, no.22). Ketika kita mengambil bagian dalam Perayaan Ekaristi, kita memahami secara lebih mendalam tentang penebusan untuk semua umat manusia dan ,karena itu, pentingnya misi Gereja dengan programnya “yang berpusat pada Kristus sendiri , Dia yang harus dikenal, dikasihi dan diteladani, agar di dalam Dia kita dapat menghayati hidup Tritunggal Mahakudus, dan bersama Dia mengubah sejarah hingga mencapai kepenuhannya di Yerusalem surgawi” (Ecclesia de Eucharistia no. 60)
Berpusat pada Kristus dalam Ekaristi, Gereja bertumbuh sebagai umat, Bait Allah dan keluarga Allah : satu, kudus, Katolik dan apostolik. Pada waktu yang sama Gereja memahami dengan lebih baik dirinya sebagai sakramen penebusan bagi semua umat manusia dan yang tampak nyata dalam struktur hirarkis. Jelas, “tak ada komunitas Kristiani dapat dibangun kecuali ia berdasar dan berpusat pada perayaan Ekaristi Mahakudus” (Ecclesia de Eucharistia no. 33; Bdk. Presbyterorum Ordinis 6). Pada akhir setiap Perayaan Ekaristi, ketika imam mengutus umat dengan kata-kata “Ite, Missa est” (Misa sudah selesai), semua umat seharusnya merasa diutus sebagai “misionaris-misionaris Ekaristi” untuk membawa karunia yang diterima ke lingkungannya masing-masing. Sebenarnya setiap orang yang berjumpa dengan Kristus dalam Ekaristi tidak akan pernah gagal memberitakan melalui hidupnya kasih Sang Penebus yang murah hati.
3. Untuk menghayati Ekaristi, sangatlah perlu meluangkan waktu untuk beradorasi di depan Sakramen Mahakudus, suatu hal yang saya sendiri lakukan setiap hari seraya menimba kekuatan, penghiburan dan pertolongan (Ecclesia de Eucharistia 25). Konsili Vatikan II menegaskan bahwa “Ekaristi adalah sumber dan puncak dari seluruh kehidupan Kristiani” (Lumen Gentium 11), “sumber dan puncak dari seluruh pewartaan Injil” (Presbyterorum Ordinis 5).
Roti dan anggur, buah karya tangan manusia, yang diubah oleh Roh Kudus menjadi tubuh dan darah Kristus, menjadi tanda “surga baru dan bumi baru” (Wahyu, 21,1) yang diwartakan oleh Gereja dalam misinya sehari-hari. Dalam Kristus, yang kita sembah kehadiran-Nya dalam misteri Ekaristi, Bapa menyatakan sabda sepenuhnya tentang manusia dan sejarahnya.
Bagaimana Gereja bisa memenuhi panggilannya tanpa menjalin hubungan yang tetap dengan Ekaristi, tanpa memelihara dirinya dengan santapan yang menguduskan, tanpa mendasarkan kegiatan misionernya pada kekuatan yang sangat diperlukan ini? Untuk mewartakan Injil kepada dunia dibutuhkan rasul-rasul yang adalah “ahli” dalam hal perayaan, penyembahan dan perenungan tentang Ekaristi.
4. Dalam Ekaristi kita mengenang misteri penebusan yang berpuncak pada kurban Tuhan sendiri, sebagaimana dalam kata-kata konsekrasi: “Tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu…;…Darah-Ku yang ditumpahkan bagi kamu” (Lukas 22,19-20). Kristus mati untuk kita semua. Dan bagi semua orang kurban itu merupakan anugerah keselamatan yang hadir secara sakramental dalam Ekaristi sepanjang sejarah manusia: “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Daku” (Lukas 22,19). Amanat ini dipercayakan kepada pelayan tertahbis melalui Sakramen Imamat. Dalam perjamuan dan kurban ini semua orang diundang untuk mengambil bagian dalam kehidupan Kristus sendiri: “Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam Dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku” (Yoh 6:56-57). Dikuatkan oleh santapan-Nya, orang beriman mampu memahami bahwa tugas misioner berarti menjadi “persembahan yang berkenan kepada-Nya, disucikan oleh Roh Kudus (Rom 15,16), supaya semakin menjadi “sehati dan sejiwa”(Kis,4,32) dan menjadi saksi-saksi cintaNya sampai ke ujung dunia.
Setelah berjalan sekian abad, sambil menghidupkan kembali setiap hari kurban di altar, Gereja,umat Tuhan, menantikan kedatangan Kristus dalam kemuliaan. Hal ini dimaklumkan sesudah konsekrasi oleh umat yang merayakan ekaristi di sekitar altar. Dari waktu ke waktu dengan iman yang diperbarui, Gereja mengulangi kerinduannya akan perjumpaan sepenuhnya dengan Kristus yang datang untuk menyelesaikan rencana keselamatanNya bagi semua manusia.
Roh Kudus, sekalipun tak tampak tetapi berkarya dengan penuh daya, membimbing umat Kristiani dalam perjalanan rohaninya sehari-hari di mana mereka senantiasa menghadapi berbagai kesulitan dan mengalami misteri Salib. Ekaristi merupakan penghiburan dan janji kemenangan akhir bagi mereka yang melawan kejahatan dan dosa. Ekaristi ini adalah “Roti Kehidupan” yang meneguhkan kehidupan mereka yang pada gilirannya menjadi “Roti yang dipecah-pecahkan” bagi orang lain, bahkan sampai menjadi martir demi kesetiaannya kepada Injil.
5. Tahun ini, sebagaimana telah saya katakan, merupakan peringatan ke-150 penetapan dogma Maria Dikandung Tanpa Noda. Maria “ditebus dengan cara yang istimewa berkat jasa PutraNya”(Lumen Gentium 53). Saya mengatakan dalam Surat Ensiklik Ecclesia de Eucharistia: “Kagum akan Bunda Maria, kita menjadi sadar bahwa daya pembaharuan terdapat dalam Ekaristi. Di dalam Maria kita melihat dunia diperbarui dalam cinta” (no. 62).
Maria, “tabernakel” perdana dalam sejarah” (no.55)memperlihatkan dan menawarkan kepada kita Kristus, Jalan, Kebenaran dan Hidup (Bdk. Yoh 14,6). Jika “Gereja dan Ekaristi satu tak terpisahkan, hal yang sama pantas dikatakan mengenai Maria dan Ekaristi” (Ecclesia de Eucharistia, 57).
Saya berharap bahwa dua peristiwa gembira yang bersamaan waktu, yakni Kongres Ekaristi Internasional dan peringatan 150 tahun penetapan Dogma Maria Dikandung Tanpa Noda memberikan kepada umat beriman, paroki-paroki dan lembaga-lembaga misioner suatu kesempatan untuk menguatkan semangat misioner mereka, sehingga dalam setiap komunitas selalu ada “kelaparan sejati akan Ekaristi” ( no.33).
Ini juga merupakan kesempatan yang baik untuk mengingat sumbangan jasa dari Karya Misi Kepausan yang sangat bernilai untuk kegiatan pewartaan Gereja. Mereka sangat berkenan di hati saya dan saya berterimakasih kepada mereka, atas nama semua, karena pelayanan yang amat berharga untuk misi “ad gentes dan evangelisasi baru”. Saya mohon kepada kalian untuk mendukung mereka secara spiritual dan material dengan demikian melalui bantuan mereka pewartaan Injil dapat sampai pada semua bangsa di dunia .
Dengan penuh kasih yang mendalam , sambil memohon perantaraan Santa Maria, “Bunda Ekaristi”, saya melimpahkan kalian dengan Berkat Apostolik-ku.
Dari Vatikan, 19 April 2004
Paus Yohanes Paulus II
Dapatkah kalian menyimpan rahasia? St. Katarina Laboure dengan semangat kerendahan hati yang luar biasa menyimpan rahasianya selama empat puluh enam tahun. Rahasia apakah yang disembunyikannya?
Zoe Laboure dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1806 di Fain-les-Moutiers, Perancis. Ia adalah anak kesembilan dari sebelas orang putera-puteri keluarga Pierre dan Louise Laboure. Kesebelas anak itu terdiri dari delapan orang putera dan tiga orang puteri. Pierre Laboure seorang terpelajar yang menjadi petani yang sukses. Ketika Zoe berusia sembilan tahun, ibunya meninggal dunia. Zoe sangat sedih kehilangan ibunya, ia masuk ke kamarnya, berlutut di bawah patung St. Perawan Maria dan berdoa, “Bunda Maria, sekarang engkaulah ibuku.”
Tak lama setelah ibunya meninggal, Marie-Louise, kakak perempuan Zoe, masuk Kongregasi Suster Puteri-Puteri Kasih. Oleh karena itu Zoe dan Tonine, adik perempuannya, harus tinggal di rumah untuk membantu ayahnya mengatur rumah tangga dan mengerjakan sawah. Karena tugas-tugasnya itu, Zoe menjadi satu-satunya anak di keluarga Laboure yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah. Ia tidak dapat membaca dan menulis.
Sejak Zoe menerima komuninya yang pertama pada tahun 1818, setiap hari ia bangun pukul empat pagi, berjalan beberapa mil untuk mengikuti Misa dan berdoa di gereja. Sama seperti kakaknya, Zoe juga mempunyai keinginan yang kuat untuk masuk biara, tetapi keinginannya itu ditahannya karena tenaganya masih dibutuhkan di rumah.
Ketika usianya sembilan belas tahun Zoe mendapat mimpi yang aneh. Dalam mimpinya, ia sedang berdoa di gereja di Fains. Seorang imam tua mempersembahkan Misa. Ketika Misa telah selesai imam tua itu menunjuk kepada Zoe dengan jarinya. “Anakku,” katanya, “Merawat orang-orang sakit adalah perbuatan yang baik. Suatu hari kelak engkau akan datang kepadaku. Tuhan telah memanggilmu untuk itu. Janganlah engkau lupa.”
Pada tahun 1828 Zoe berusia dua puluh dua tahun dan Tonine dua puluh tahun. Sekarang Tonine sudah bisa menggantikan kedudukannya mengurus rumah tangga. Tibalah saatnya bagi Zoe untuk berbicara kepada ayahnya mengenai panggilan hidupnya. Pierre berusaha mencegah keinginan puterinya, maka ia mengirim Zoe ke Paris untuk tinggal bersama Charles, kakaknya yang telah menikah.
Suatu hari Zoe mengunjungi Biara Suster Puteri-Puteri Kasih. Ia melihat lukisan terpampang di dinding. Lukisan seorang imam tua - imam yang mengunjunginya dalam mimpi di Fains. Zoe bertanya siapakah imam itu. “Pendiri kongregasi kami, Santo Vinsensius de Paul.” (St. Vinsensius de Paul telah wafat 200 tahun yang lalu!) Jadi, itulah rencana Tuhan.
Pada bulan Januari 1830 Zoe menjadi seorang postulan (postulan: masa percobaan, persiapan masuk biara) di Biara Suster Puteri-Puteri Kasih di Catillion-sur-Seine. Tiga bulan kemudian ia dikirim sebagai novis (Novis: biarawan/biarawati yang sedang menjalani masa percobaan sebagai latihan rohani sebelum mengucapkan kaul biara) ke Biara Suster Puteri-Puteri Kasih di Rue de Bac, Paris. Zoe memilih nama Katarina.
Di Biara Rue de Bac Sr Katarina memperoleh penampakan-penampakan luar biasa. Selama tiga hari berturut-turut ia mendapat penampakan hati St. Vinsensius di atas tempat reliqui St Vinsensius disimpan. Di lain waktu ia melihat Tuhan yang Maharahim di depan Sakramen Maha Kudus; penampakan seperti ini terjadi teristimewa pada waktu Misa di mana Tuhan akan menampakkan diri sesuai dengan bacaan liturgi pada hari itu.
Pada tanggal 18 Juli, menjelang Pesta St Vinsensius de Paul yang akan dirayakan keesokan harinya, seorang Suster Superior menceritakan kepada para novis keutamaan-keutamaan Pendiri Kongregasi mereka serta membagikan kepada mereka masing-masing sepotong kain dari jubah St. Vinsensius. Dengan sungguh-sungguh Sr Katarina memohon bantuan doa St Vinsensius agar ia diperkenankan memandang Bunda Allah. Kemudian Sr Katarina pergi tidur.
Tengah malam Sr Katarina dibangunkan oleh seorang “anak kecil yang bercahaya” yang membimbingnya ke kapel biara. Di sanalah Santa Perawan Maria datang dan bercakap-cakap kepadanya. Dalam suatu penampakan yang lain Sr Katarina melihat Bunda Maria berdiri di atas bulatan seperti bola dengan cahaya memancar dari kedua belah tangannya. Di bawahnya terlihat tulisan: “O Maria, yang dikandung tanpa dosa, doakanlah kami yang berlindung padamu.” Bunda Maria meminta agar medali dengan gambar tersebut dibuat dan dogma Yang Dikandung Tanpa Dosa dihormati. Siapa saja yang mengenakan medali tersebut akan menerima rahmat dari Yesus melalui doa-doa ibu-Nya. Kisah lengkap penampakan.
Demikianlah Medali Wasiat dibuat dan devosi disebarluaskan. Dalam waktu yang singkat banyak orang di seluruh dunia telah mengenakannya. Namun demikian, kecuali Bapa Pengakuannya, tidak seorang pun termasuk para suster Puteri-Puteri Kasih, yang mengetahui bahwa kepada Sr Katarina-lah Bunda Allah menampakkan diri.
Kita cenderung mengharapkan banyak pujian dan ketenaran jika memperoleh keistimewaan dari surga seperti itu. Namun tidak demikian halnya dengan Sr Katarina, ia malahan menjauhkan diri dari semua itu. Ia ingin dilupakan dan tidak diperhatikan agar dapat melaksanakan tugas-tugas sederhananya sebagai seorang biarawati Puteri Kasih. Menurut para suster di biaranya, Sr Katarina adalah seorang suster yang sederhana. Seorang yang pendiam, yang kadang-kadang menjadi bahan gurauan serta olok-olok karena sikapnya yang terlalu patuh. Setelah penampakan Santa Perawan Maria kepadanya, Sr Katarina melewatkan empat puluh lima tahun hidupnya sebagai biarawati dengan merawat mereka yang tua dan yang sakit di Rumah Lansia Enghien di Paris. Ia menyimpan semua rahasianya dengan bahagia, ia hanya tertarik untuk melayani Tuhan sebanyak yang ia mampu.
Pada tahun 1876 Sr Katarina merasakan adanya keyakinan batin bahwa ia akan meninggal sebelum akhir tahun berlalu. Menjelang kematiannya, Sr Katarina berusaha melaksanakan permintaan St Perawan Maria yang terakhir yaitu agar sebuah patung Maria dibuat. Baru pada saat itulah Sr Katarina membuka rahasianya dan menceritakan segala sesuatunya kepada Suster Superior (Superior: Pembesar Biara).
Pada tanggal 31 Desember 1876 Sr Katarina meninggal dunia. Suster Superior menceritakan segala rahasia yang telah dipendam demikian lama oleh Sr Katarina kepada para suster Puteri-Puteri Kasih, yang dengan terkagum-kagum baru menyadari bahwa seorang kudus telah tinggal bersama mereka. Pemakaman Sr Katarina adalah pemakaman yang penuh dengan pesta dan sukacita. Segala lagu sedih dan dukacita diganti dengan lagu-lagu gembira dan ucapan syukur: bagi Sr Katarina, bagi Santa Perawan Maria dari Medali Wasiat, dan bagi Allah yang demikian Mengasihi kita.
Pada tahun 1933, lima puluh tujuh tahun setelah St Katarina dimakamkan, makamnya dibongkar. Mereka mendapati jenasah St Katarina dalam keadaan segar sama seperti pada saat ia dimakamkan. Matanya tetap biru dan indah, kedua belah tangan dan kakinya lemas dan tidak kaku, seolah-olah ia sedang tidur. Jenasah St Katarina dibaringkan dalam peti kaca dan ditempatkan dekat altar Kapel di 140 Rue du Bac, Paris, tempat di mana Bunda Maria menampakkan diri kepadanya.
Jika kalian mengunjungi Kapel Penampakan, kalian dapat memandang wajah serta bibir St Katarina; bibir yang telah menyimpan rahasia besar selama empat puluh enam tahun, rahasia yang telah menggoncangkan dunia.
Pada tanggal 27 Juli 1947 Sr. Katarina dinyatakan sebagai santa oleh Paus Pius XII. Pestanya dirayakan pada tanggal 28 November, sehari setelah Pesta Santa Perawan Maria dari Medali Wasiat.
"O Maria, yang dikandung tanpa dosa, doakanlah kami yang berlindung padamu.”
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
Semua orang tahu bagaimana rasanya jika sedang sakit. Tidak enak'kan? Karenanya, tidak seorang pun yang mau sakit! Inilah kisah tentang seorang gadis yang hampir sepanjang hidupnya menderita sakit. Namun ia menanggung segala penderitaannya itu dengan tabah dan penuh sukacita. Sekarang ia diangkat menjadi santa pelindung orang-orang sakit. Namanya ialah Bernadette.
Pada tanggal 7 Januari 1844, dari pasangan Francois Soubirous -seorang pengusaha penggilingan gandum yang jatuh miskin- dan isterinya, Louise Casterot, lahirlah seorang bayi, anak mereka yang sulung. Bayi itu mereka beri nama Marie Bernarde. Karena perawakannya yang kecil mungil, anak itu kemudian biasa dipanggil Bernadette (Bernarde kecil).
Sejak bayi kesehatan Bernadette kurang baik. Ia selalu saja menderita sakit, terutama asma. Bukannya mengeluh, tetapi Bernadette mempersembahkan semua penderitaannya kepada Tuhan sebagai silih demi pertobatan orang-orang berdosa. . Bagi Bernadette, sakit juga bukan berarti bebas dari segala tugas dan kewajiban. Ia tetap harus membantu ibunya mengasuh kelima adiknya. Dan ketika Bernadette telah dianggap cukup umur, ia pun harus bekerja sebagai pembantu dan penggembala ternak.
Suatu hari, pada tanggal 11 Februari 1858, suatu peristiwa yang luar biasa terjadi. Ketika ia bersama seorang adik dan seorang temannya sedang mencari kayu bakar di padang, Bunda Maria menampakkan diri kepadanya di sebuah gua yang disebut Massabielle (=Batu Besar), di tepi sungai Gave dekat kota Lourdes. Bernadette tidak tahu siapa wanita cantik itu dan apa yang ia inginkan. Bunda Maria menampakkan diri kepadanya sebanyak 18 kali. Pada tanggal 25 Maret 1858, pada penampakannya yang ke-16, Bunda Maria mengungkapkan siapa dirinya, "Akulah yang Dikandung Tanpa Dosa." ('Que Soy Era Immaculada Conceptiou' atau 'I Am The Immaculate Conception'). Baca KISAH PENAMPAKAN seperti diceritakan sendiri oleh Bernadette.
Setelah peristiwa penampakan itu Bernadette semakin banyak menderita, baik karena kecurigaan orang-orang yang tidak mau percaya, oleh perhatian berlebihan dari mereka yang percaya serta ancaman dari penguasa setempat. Semuanya itu ditanggungnya dengan tabah dan sabar.
Pada usia 22 tahun, Bernadette menggabungkan diri dengan Suster-suster Karitas di Nevers, Perancis. Tiga belas tahun lamanya ia tinggal di biara dan sebagian besar dari waktu tersebut dihabiskannya di tempat tidur karena sakit yang dideritanya.
"Pekerjaanku semakin maju," kata Bernadette.
"Pekerjaan apa?" tanya seorang suster keheranan.
"Pekerjaan bersakit-sakit!" jawabnya sambil tersenyum.
Bernadette seorang yang sangat rendah hati. Lebih dari apa pun, ia tidak ingin dipuji. Suatu ketika seorang suster bertanya kepadanya apakah ia merasa bangga karena dipilih oleh Bunda Maria. "Bagaimana mungkin," Bernadette cepat-cepat menjawab, "Bunda Maria memilih saya justru karena saya inilah yang paling hina." Suatu jawaban dari kerendahan hati yang paling dalam!
Bernadette wafat pada tanggal 16 April 1879 dalam usia 35 tahun karena penyakit tuberculosis. Tubuhnya masih utuh hingga kini meskipun ia telah meninggal lebih dari seabad yang lalu. Pada tahun 1933 Bernadette diangkat sebagai santa oleh Paus Pius XI. Pestanya dirayakan pada tanggal 16 April.
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar