Selasa, 01 Juli 2008
11. Sharing "Manusia krisi Kasih dan Harapan"
Kekurangannya KASIH dan HARAPAN menyebabkan penurunan KELAHIRAN
Oleh Ludwig Ring-Eifel
Ave Maria : No AM-41
Dalam siding parlemen lengkap yang diadakan oleh Akademi Pontifical Ilmu Sosial tahun lalu, Paus Benedictus XVI mengatakan kuangnya kasih dan harapan menyebabkan penurunan tingkat kelahiran yang berakibat penuaan masyarakat terutama di Negara berkembang. Tema macam itu, ditunjukan kepada para ilmuawan, yaitu “Masa Musda Lenyap? Solidaritas bersama anak-anak dan kaum muda dalam zaman yang bergejolak”.
Dalam pesannya, ditulis dalam bahasa Inggris, Bapa Suci memberi cataatn “Tanda-tanda demografi tertentu dengan jelas menunjukan betapa pentingnya kebutuhan akan refleksi kritis dalam lingkungan ini…” “Kita menyaksikan dalam lingkup luas, khususnya di Negara berkembang, dua gejala signifikan yang saling berhubungan satu sama lain di satu pihak meningkatnya harapan hidup dan di lain pihak penurunana tinggkat kelahiran.”
Bapa Suci menggarisbawahi, “ sebagai masyarakat yang bertumbuh dewasa, banyak bangsa atau kelompok bangsa kekurangan kaum muda untuk memperbaharui populasi mereka.” Dalam pesannya, Bapa Suci mengakui bahwa situasi ini adalah “Merupakan akibat yang beragam dan kompleks, seringkali keadaan ekonomi dan social.” Namun akar permasalahan dapat dilihat sebagai moral dan spiritual yang berhubungan pada gangguan kekurngan iman, harapan dan sudah tentu, kasih.”
Tulis Benedictus XVI. Sebagai Uskup Roma, “Melahirkan anak-anak ke dunia memerlukan cinta diri yang dipenuhi oleh kasih agape yang kreatif, berakar dari kemurahan hati dan ditandai oleh kepercayaan dan harapan masa mendatang; Sacara alamiah kasih bergantung pada keabadian, “ katanya, menunjukan enskliknya, “Deus Caritas Est”.
“Mungkin kekurangan kasih yang kreatif dan pamrih yang demikian adalah alas an mengapa saat ini banyak pasangan memilih untuk tidak menikah, mangapa banyak pernikahan yang gagal, dan mengapa tingkat kelahiran secara signifikan menurun,” Bapa Suci menyatakan. Faktanya, Bapa Suci mengakui bahwa seringkali “anak-anak dan kaum muda “ adalah” yang pertama mengalami konsekuensi dari kekurangan kasih dan harapan ini. Seringkali, daripada mengasihi dan menyayangi, mereka malahan merasa hanya perlu mengetahuinya.
“Dalam zaman yang bergejolak mereka seringkali kekurangan bimbingan moral yang cukup dari dinia kaum dewasa, yang berakibat pada kerusakan perkembangan intelektual dan spiritualnya.”
Dengan jalan ini, Benedictus XVI melanjutkan,
“Banyak anak-anak tumbuh dalam masyarakat yang melupakan Allah dan kewibawaan lahiriah dari makhluk hidup yang diciptakan dalam rupa Allah.” “Dalam dunia yang dibentuk oleh proses akselerasi globalisasi, mereka sering dijejali pandangan meterialis dari alam semesta, dari kehidupan dan kepenuhan manusia, “ Paus menyatakan. Anak-anak dan kaum muda “diatas segalanya, memerlukan bimbingan kea rah kasih dan dikembangkan dalam ekologi manusia yang sehat, dimana mereka dapat menyadari bahwa mereka dating ke dunia ini bukan secara kebetulan, namun melalui anugerah yang merupakan bagian dari rencana Allah,” tambah Bapa Suci.
Beliau melanjutkan, “Orangtua, Pendidikan dan Pemimpin Komunitas, bila mereka setia pada panggilannya masing-masing, tidak pernah dapat memungkiri tugasnya untuk membimbing anak-anak kaum muda untuk memilih kehidupannya menuju kebahagiaan sejati, dimana ia mampu membedakan kebenaran dan kepalsuan, kebaikan dan kejahatan, keadilan dan ketidakadilan, dunia sejati dan dunia “realitas virtual”
“Bila kebebasan yang demikian telah berkurang atau langka, kaum muda akan mengalami frustasi dan menjadi tak mampu menunjukan kemurhan hati, yang akan memberi nilai tambah padanya baik sebagai pribadi, maupun anggota masyarakat.”
Oleh Ludwig Ring-Eifel
Ave Maria : No AM-41
Dalam siding parlemen lengkap yang diadakan oleh Akademi Pontifical Ilmu Sosial tahun lalu, Paus Benedictus XVI mengatakan kuangnya kasih dan harapan menyebabkan penurunan tingkat kelahiran yang berakibat penuaan masyarakat terutama di Negara berkembang. Tema macam itu, ditunjukan kepada para ilmuawan, yaitu “Masa Musda Lenyap? Solidaritas bersama anak-anak dan kaum muda dalam zaman yang bergejolak”.
Dalam pesannya, ditulis dalam bahasa Inggris, Bapa Suci memberi cataatn “Tanda-tanda demografi tertentu dengan jelas menunjukan betapa pentingnya kebutuhan akan refleksi kritis dalam lingkungan ini…” “Kita menyaksikan dalam lingkup luas, khususnya di Negara berkembang, dua gejala signifikan yang saling berhubungan satu sama lain di satu pihak meningkatnya harapan hidup dan di lain pihak penurunana tinggkat kelahiran.”
Bapa Suci menggarisbawahi, “ sebagai masyarakat yang bertumbuh dewasa, banyak bangsa atau kelompok bangsa kekurangan kaum muda untuk memperbaharui populasi mereka.” Dalam pesannya, Bapa Suci mengakui bahwa situasi ini adalah “Merupakan akibat yang beragam dan kompleks, seringkali keadaan ekonomi dan social.” Namun akar permasalahan dapat dilihat sebagai moral dan spiritual yang berhubungan pada gangguan kekurngan iman, harapan dan sudah tentu, kasih.”
Tulis Benedictus XVI. Sebagai Uskup Roma, “Melahirkan anak-anak ke dunia memerlukan cinta diri yang dipenuhi oleh kasih agape yang kreatif, berakar dari kemurahan hati dan ditandai oleh kepercayaan dan harapan masa mendatang; Sacara alamiah kasih bergantung pada keabadian, “ katanya, menunjukan enskliknya, “Deus Caritas Est”.
“Mungkin kekurangan kasih yang kreatif dan pamrih yang demikian adalah alas an mengapa saat ini banyak pasangan memilih untuk tidak menikah, mangapa banyak pernikahan yang gagal, dan mengapa tingkat kelahiran secara signifikan menurun,” Bapa Suci menyatakan. Faktanya, Bapa Suci mengakui bahwa seringkali “anak-anak dan kaum muda “ adalah” yang pertama mengalami konsekuensi dari kekurangan kasih dan harapan ini. Seringkali, daripada mengasihi dan menyayangi, mereka malahan merasa hanya perlu mengetahuinya.
“Dalam zaman yang bergejolak mereka seringkali kekurangan bimbingan moral yang cukup dari dinia kaum dewasa, yang berakibat pada kerusakan perkembangan intelektual dan spiritualnya.”
Dengan jalan ini, Benedictus XVI melanjutkan,
“Banyak anak-anak tumbuh dalam masyarakat yang melupakan Allah dan kewibawaan lahiriah dari makhluk hidup yang diciptakan dalam rupa Allah.” “Dalam dunia yang dibentuk oleh proses akselerasi globalisasi, mereka sering dijejali pandangan meterialis dari alam semesta, dari kehidupan dan kepenuhan manusia, “ Paus menyatakan. Anak-anak dan kaum muda “diatas segalanya, memerlukan bimbingan kea rah kasih dan dikembangkan dalam ekologi manusia yang sehat, dimana mereka dapat menyadari bahwa mereka dating ke dunia ini bukan secara kebetulan, namun melalui anugerah yang merupakan bagian dari rencana Allah,” tambah Bapa Suci.
Beliau melanjutkan, “Orangtua, Pendidikan dan Pemimpin Komunitas, bila mereka setia pada panggilannya masing-masing, tidak pernah dapat memungkiri tugasnya untuk membimbing anak-anak kaum muda untuk memilih kehidupannya menuju kebahagiaan sejati, dimana ia mampu membedakan kebenaran dan kepalsuan, kebaikan dan kejahatan, keadilan dan ketidakadilan, dunia sejati dan dunia “realitas virtual”
“Bila kebebasan yang demikian telah berkurang atau langka, kaum muda akan mengalami frustasi dan menjadi tak mampu menunjukan kemurhan hati, yang akan memberi nilai tambah padanya baik sebagai pribadi, maupun anggota masyarakat.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar