Rabu, 02 Juli 2008
16. sharing "Perdalamlah hidupmu dari Ekaristi Kudus"
Perdalamlah hidupmu dari Ekaristi Kudus
Edisi : Ave Maria No AM 46
Bapa Suci, Paus Benedictus XVI mengundang 100 ribu anak-anak yang sedang dipersiapkan untuk menerima Komuni Pertama di Lapangan St. Petrus pada bulan Oktober 2005. Ada beberapa anak yang mewakili semuanya dengan pertanyaan yang sudah dipersiapkan, untuk diajukan kepada Puas Benedictus XVI, yang jawabannya bahkan membantu orang-orang dewasa yang hadir disana.
Misalnya, Andrea bertanya, “Bapa Suci, Apakah yang anda ingat saat Sambut baru?” “Tentu saja aku ingat jelas, waktu aku pertama menerima Komuni Kudus. Saat itu aku berusia 9 tahun. Hatiku meluap penuh rasa sukacita dan kenangan-kenangan indah bahwa aku mangerti Yesus memasuki hatiku. Dia sungguh-sungguh mengunjungi aku dan bersama Yesus, Allah sendiri berada bersamaku”
Livia kecil lalu bertanya, “Bapa Suci, sebelum Komuni Pertama, aku akan pergi mengaku dosa. Apakah aku harus ke Pengakuan Dosa, tiap kali aku menerima Komuni, bahkan meskipun aku berbiuat dosa-dosa yang sama?”
“Tentu saja kamu tidak perlu selalu mangku dosa setiap menyambut Komuni, kecuali melakukan dosa yang berat. Tetapi sesungguh sangat membantu untuk mangaku dosa secara tetap. Memang benar, dosa-dosa kita selalu membersihkan rumah, kamar, paling tidak sekali seminggu? Bahkan walaupun debunya selalu sama? Agar kita dapat hidup dlam keadaanbersih, nyaman, untuk memulai awal yang baru lagi? Jika tidak, debu memang tidak terlihat, tetapi akn menumpuk, bukan? Hal yang sama dapat dikatakan tentang jiwa kita.”
Paus mempunyai jawaban sangat menarik atas pertanyaan Andrea ini, “Dalam persiapan sambut Komuniku, Katekis mengatakan bahwa Yesus benar-benar hadir dalam Ekaristi. Tetapi, bagaimana? Aku tidak malihat Dia!”
“Tidak, kita memang tidak melihat-Nya, akan tetapi ada banyak hal yang tak kita lihat, mereka ada dan penting. Misalnya, kita tak malihat alas an kita, tapi kita punya alasan-alasan. Kita tidak melihat jiwa kita, dan mereka ada. Kita pun tidak melihat aliran listrik, tapi kita tahu bahwa itu ada. Kita melihat malihat microphone ini, kita lihat ini bekerja dengan baik dan kita melihat cahay-cahay terang, Oleh karena itu, kita tidak melihat hal-hal yang dalam, namun mereka itulah yang sungguh-sungguh menopang hidup kita dan dunia, tapi kita saksikan dan rasakan efek dan kerjanya. Begitu pun dengan Tuhan yang bangkit. Kita tidak melihat-Nya dengan mata, tapi kita melihat di mana Yesus ada, orang-orang berubah, kita berkembang.”
Alexander ingin tahu, “Apakah hubungannya pergi ke Misa dan menyambut Komuni dengan hidup kita sehari-hari?” Paus menjawab dengan simpatik, “Kita tak dapat segera melihat hasil dari kebersamaan kita dengan Yesus dan dari menyambut Komuni, tapi kita, bila Yesus tidak ada dalam hidup kita, maka seorang pembimbing seorang teman yang sangat penting telah hilang, bahkan suatu kegembiraan yang penting dalam hidup, ya kekuatan yang dibutuhkan dalam pertumbuhan kita menjadi dewasa, mengatasi kejahatankita dan matang sebagai seorang manusia….”
Edisi : Ave Maria No AM 46
Bapa Suci, Paus Benedictus XVI mengundang 100 ribu anak-anak yang sedang dipersiapkan untuk menerima Komuni Pertama di Lapangan St. Petrus pada bulan Oktober 2005. Ada beberapa anak yang mewakili semuanya dengan pertanyaan yang sudah dipersiapkan, untuk diajukan kepada Puas Benedictus XVI, yang jawabannya bahkan membantu orang-orang dewasa yang hadir disana.
Misalnya, Andrea bertanya, “Bapa Suci, Apakah yang anda ingat saat Sambut baru?” “Tentu saja aku ingat jelas, waktu aku pertama menerima Komuni Kudus. Saat itu aku berusia 9 tahun. Hatiku meluap penuh rasa sukacita dan kenangan-kenangan indah bahwa aku mangerti Yesus memasuki hatiku. Dia sungguh-sungguh mengunjungi aku dan bersama Yesus, Allah sendiri berada bersamaku”
Livia kecil lalu bertanya, “Bapa Suci, sebelum Komuni Pertama, aku akan pergi mengaku dosa. Apakah aku harus ke Pengakuan Dosa, tiap kali aku menerima Komuni, bahkan meskipun aku berbiuat dosa-dosa yang sama?”
“Tentu saja kamu tidak perlu selalu mangku dosa setiap menyambut Komuni, kecuali melakukan dosa yang berat. Tetapi sesungguh sangat membantu untuk mangaku dosa secara tetap. Memang benar, dosa-dosa kita selalu membersihkan rumah, kamar, paling tidak sekali seminggu? Bahkan walaupun debunya selalu sama? Agar kita dapat hidup dlam keadaanbersih, nyaman, untuk memulai awal yang baru lagi? Jika tidak, debu memang tidak terlihat, tetapi akn menumpuk, bukan? Hal yang sama dapat dikatakan tentang jiwa kita.”
Paus mempunyai jawaban sangat menarik atas pertanyaan Andrea ini, “Dalam persiapan sambut Komuniku, Katekis mengatakan bahwa Yesus benar-benar hadir dalam Ekaristi. Tetapi, bagaimana? Aku tidak malihat Dia!”
“Tidak, kita memang tidak melihat-Nya, akan tetapi ada banyak hal yang tak kita lihat, mereka ada dan penting. Misalnya, kita tak malihat alas an kita, tapi kita punya alasan-alasan. Kita tidak melihat jiwa kita, dan mereka ada. Kita pun tidak melihat aliran listrik, tapi kita tahu bahwa itu ada. Kita melihat malihat microphone ini, kita lihat ini bekerja dengan baik dan kita melihat cahay-cahay terang, Oleh karena itu, kita tidak melihat hal-hal yang dalam, namun mereka itulah yang sungguh-sungguh menopang hidup kita dan dunia, tapi kita saksikan dan rasakan efek dan kerjanya. Begitu pun dengan Tuhan yang bangkit. Kita tidak melihat-Nya dengan mata, tapi kita melihat di mana Yesus ada, orang-orang berubah, kita berkembang.”
Alexander ingin tahu, “Apakah hubungannya pergi ke Misa dan menyambut Komuni dengan hidup kita sehari-hari?” Paus menjawab dengan simpatik, “Kita tak dapat segera melihat hasil dari kebersamaan kita dengan Yesus dan dari menyambut Komuni, tapi kita, bila Yesus tidak ada dalam hidup kita, maka seorang pembimbing seorang teman yang sangat penting telah hilang, bahkan suatu kegembiraan yang penting dalam hidup, ya kekuatan yang dibutuhkan dalam pertumbuhan kita menjadi dewasa, mengatasi kejahatankita dan matang sebagai seorang manusia….”
15. Sharing "St. Faustina Kerahiman Illahi"
Mengapa pengampunan Tuhan begitu penting?
Oleh : Fr. Seraphim Michalenko, MIC
Edisi : Ave Maria No : AM 46
Bapa Seraphim Michalenko, MIC ,
(doanya blog Klinik Rohani)
Oleh : Fr. Seraphim Michalenko, MIC
Edisi : Ave Maria No : AM 46
Bapa Seraphim Michalenko, MIC ,
bertindak sebagai perwakilan postulant untuk Amerika Utara di dalam kasus kanonisasi St. Maria Faustina. Tuhan tealh menjelaskan dalam Injilnya bahwa ketika Dia kembali Dia tak ingin berhubungan lagi dengan dosa, sebab Dia telah melakukannnya sekali dan untuk selamanya. Saat Dia dating kembali, “Hanya akan membawa keselamatan bagi siapa saja yang telah menunggunya dengan setia.”(Heb 9 : 28)
Maka ketika orang bertanya padaku mengapa pesan pengampunan dari Tuhan sangat penting untuk dunia saat ini. Jawabannya sederhana, Melalui pesan Kemurahan Hati Tuhan, Tuhan kita Yesus Kristus sedang mempersiapkan kita untuk kedatangan-Nya yang terkhir.
Ia bercerita tetang Nabi besar Pengampunan Tuhan, St. Faustina, dalam satu dari serangkaian pengungkapan rahasia tahun 1930 an, “Umat manusia tak akan memiliki kedamaian sampai ia bertobat penuh kepercayaan pada pengampunan-Ku.”(Buku harian St. Faustina, 300)
Helena Kowaiska dikenal saat ini di seluruh dunia sebagai St. Maria Faustina (1905-38), ditunjukan sendiri oleh Tuhan kita Yesus Kristus sebagai “Sekretaris” dan “Rasul” pengampunan-Nya. Tuhan mengatakan kepadanya, “Kamu akan menyiapkan dunia untuk kedangan-Ku kembali.” (Buku Harian, 429)
Misa yang diberikan Tuhan kepadanya tidak hanya untuk mengingatkan dunia akan besarnya pengampunan Tuhan seperti yang diungkapkan dalam Injil Kudus, tetapi juga untuk mengajarkan kita format devosi baru pada pengampunan Tuhan dan untuk memulai suatu pergerakan kerasulan dari pengampunan Tuhan yang menunjukan suatu sikap percaya seorang anak-anak kepada Tuhan dan mencintai sesame.
Maka ketika orang bertanya padaku mengapa pesan pengampunan dari Tuhan sangat penting untuk dunia saat ini. Jawabannya sederhana, Melalui pesan Kemurahan Hati Tuhan, Tuhan kita Yesus Kristus sedang mempersiapkan kita untuk kedatangan-Nya yang terkhir.
Ia bercerita tetang Nabi besar Pengampunan Tuhan, St. Faustina, dalam satu dari serangkaian pengungkapan rahasia tahun 1930 an, “Umat manusia tak akan memiliki kedamaian sampai ia bertobat penuh kepercayaan pada pengampunan-Ku.”(Buku harian St. Faustina, 300)
Helena Kowaiska dikenal saat ini di seluruh dunia sebagai St. Maria Faustina (1905-38), ditunjukan sendiri oleh Tuhan kita Yesus Kristus sebagai “Sekretaris” dan “Rasul” pengampunan-Nya. Tuhan mengatakan kepadanya, “Kamu akan menyiapkan dunia untuk kedangan-Ku kembali.” (Buku Harian, 429)
Misa yang diberikan Tuhan kepadanya tidak hanya untuk mengingatkan dunia akan besarnya pengampunan Tuhan seperti yang diungkapkan dalam Injil Kudus, tetapi juga untuk mengajarkan kita format devosi baru pada pengampunan Tuhan dan untuk memulai suatu pergerakan kerasulan dari pengampunan Tuhan yang menunjukan suatu sikap percaya seorang anak-anak kepada Tuhan dan mencintai sesame.
Pengungkapan Rahasia secara Pribadi.
Meski demikian sebagaian orang tetap tak menaruh perhaitan apapun pada pesan pengampunan dari Tuhan sebab hal itu dating melalui sebuah “Pengungkapan rahasia secara pribadi”. Tetapi penting untuk mengingat apa yang dikatakan St. Faustina, Ia berkata sebuah Gereja dibangun pada pondasi para nabi dan rasul (lihat Ef 2 :19-22), lalu St. Agustin dan St. Thomas mengedentifikasi para nabi Gereja sebagai orang-orang yang menerima pengungkapan rahasia secara pribadi.
Tetpai kenapa Tuhan memohon pertolongan pengungkapan rahasia secara pribadi? Pastor Karl Rahner, SJ seorang ahli Teologi Jerman yang hebat menulis tentang pengungkapan rahasia secara pribadi berkata bahwa aemua Misteri yang menyangkut Gereja, digunakan bersama-sama, tak bias digabungkan semua menjadi satu dan pada suatu tingkatan yang sama. Jadi dari waktu ke waktu, dia berkata, Roh Kudus meletakkan sebuah lampu sorot di sebuah Misteri tertentu yang Gereja dan Dunia harus memberi perhatian khusus pada waktu yang telah ditentukan.
Meski demikian sebagaian orang tetap tak menaruh perhaitan apapun pada pesan pengampunan dari Tuhan sebab hal itu dating melalui sebuah “Pengungkapan rahasia secara pribadi”. Tetapi penting untuk mengingat apa yang dikatakan St. Faustina, Ia berkata sebuah Gereja dibangun pada pondasi para nabi dan rasul (lihat Ef 2 :19-22), lalu St. Agustin dan St. Thomas mengedentifikasi para nabi Gereja sebagai orang-orang yang menerima pengungkapan rahasia secara pribadi.
Tetpai kenapa Tuhan memohon pertolongan pengungkapan rahasia secara pribadi? Pastor Karl Rahner, SJ seorang ahli Teologi Jerman yang hebat menulis tentang pengungkapan rahasia secara pribadi berkata bahwa aemua Misteri yang menyangkut Gereja, digunakan bersama-sama, tak bias digabungkan semua menjadi satu dan pada suatu tingkatan yang sama. Jadi dari waktu ke waktu, dia berkata, Roh Kudus meletakkan sebuah lampu sorot di sebuah Misteri tertentu yang Gereja dan Dunia harus memberi perhatian khusus pada waktu yang telah ditentukan.
Pesan yang dikhususkan pada Zaman kita.
Pengungkapan rahasia paengampunan dari Tuhan terutama sekali di khususkan pada zaman kita. Adalah suatu hal yang sungguh jelas bahwa Sri Paus Yohanes Paulus II mengambil pengungkapan rahasia ini dangan serius. Pada tahun 1982 ia menulis sebuah ensiklik yang menyeluruh yang didedikasikan untuk pengampunan Tuhan dengan judul “Dives in Misericordia” (Kaya dalam Pengampunan), menggambarkan bahwa jantungnya misi Yesus Kristus adalah untuk mengungkapkan cinta pengampunan dari Sang Bapa. Pada tahun 1993 ia memberikan beatifikasi pada Sr. Faustina. Pada tahun 1997 ia mengunjungi Pusara Syt. Faustina yang diberkati di Lagiewniki SPolandia, dan menyampaikan, “Tak ada suatu apapun yang diperlukan manusia lebih daripada Pengampunan dari Tuhan…. Dari sini keluar sebuah pesan dari pengampunan bahwa Kristus sendirilah yang memiliki untuk menyampaikan kepada generasi kita melalui Sr. Faustina. “Pada tahun 2000 ia mengangkat Sr. Faustina menjadi Orang Suci, orang suci pertama yang diangkat sebagai Santa dalam Milenium Baru, dan pada hari yang sama juga menetapkan “Minggu Pengampunan dari Tuhan” sebagi sebutan khusus pada Minggu ke empat Paskah untuk seluruh Gereja. Dalam homilinya pada Minggu Pengampunan tahun 2001, Sri Paus Yohanes Paulus II menyampaikan pesan Pengampunan yang diberikan pada St. Faustina “Penghargaan dan jawaban tajam yang Tuhan tawarkan pada pertanyaan-pertanyaan dari pengharapan-pengharapan menusia pada zaman kita, ditandai oleh tragedy-tragedi yang mengerikan. Pengampuan dari Tuhan! Ini adalah Karunia Paskah yang diterima oleh Gereja dari kebangkitan Kristus dan yang ditawarkan pada umat manusia pada akhir melenium ketiga.” Di Lagiewniki, Polandia tahun 2002, pada Konsekrasi Shrine baru Pengampunan dari Tuhan, Sri Paus menunjukan suatau pesan dalam buka harian yang dictat oleh Sang Santa : “Ketika aku sedang berdoa untuk Polandia, aku mendengar kata-kata ini – Aku membawa suatu cinta khusus untuk Polandia, dan jika dia taat pada kehendak-Ku, Aku akan memberinya kekuatan dan kekudusan. Darsinya akan tampil percikan yang akan menyiapkan dunia untuk kedatangan-Ku yang terakhir. “(buku harian 1732).
“Saat ini, oleh karena itu, di dalam shrine ini, Aku ingin dengan khidmat untuk mempercayakan dunia kepada pengampunan Tuhan. Aku melakukannya dengan terbakar oleh keinginan bahwa pesan dari cinta penampunan Tuhan, disampaikan disini melaui St. Faustina, memungkinkan untuk diberikan untuk semua orang-orang di dunia dan mengisi hati mereka dengan Harapan. Semoga pesan ini disebarkan dari tempat ini pada tanah tumpah darah kami yang terkasih dan keseluruh dunia.”
Lalu, dengan sindiran langsung terdahap pernyataan Tuhan kita pada St. Faustina, dan mengutip bagian terakhirnya, Bapa Suci mengumumkan, “Semoga bungkus perjanjian (penekanan penulis) dari Tuhan Yesus akan dipenuhi : dari sini ke sana harus melangkah maju percikan yang akan menyiapkan dunia untuk kedatangan-Nya yang terakhir” (buku harian 1732), Percikan ini perlu untuk diterangi dengan kemuliaan Allah, Api Pengampunan ini perlu untuk disebarkan di dalam dunia. Dalam Pengampunan Tuhan, dunia akan menemukan kedamaian dan manusia akan menemukan kebahagiaan! Sri Paus menamakan ini “Bungkus Perjanjian”. Ini adalah suatu ungkapan yang mengejutkan. Sebagian orang hanya mengomentari pertanyaan tersebut. Tetapi Sri Paus memberi perhatian serius terhadap pernyataan Tuhan tersebut, dan ia menyebutnya “Bungkus Perjanjian”.
Pengungkapan rahasia paengampunan dari Tuhan terutama sekali di khususkan pada zaman kita. Adalah suatu hal yang sungguh jelas bahwa Sri Paus Yohanes Paulus II mengambil pengungkapan rahasia ini dangan serius. Pada tahun 1982 ia menulis sebuah ensiklik yang menyeluruh yang didedikasikan untuk pengampunan Tuhan dengan judul “Dives in Misericordia” (Kaya dalam Pengampunan), menggambarkan bahwa jantungnya misi Yesus Kristus adalah untuk mengungkapkan cinta pengampunan dari Sang Bapa. Pada tahun 1993 ia memberikan beatifikasi pada Sr. Faustina. Pada tahun 1997 ia mengunjungi Pusara Syt. Faustina yang diberkati di Lagiewniki SPolandia, dan menyampaikan, “Tak ada suatu apapun yang diperlukan manusia lebih daripada Pengampunan dari Tuhan…. Dari sini keluar sebuah pesan dari pengampunan bahwa Kristus sendirilah yang memiliki untuk menyampaikan kepada generasi kita melalui Sr. Faustina. “Pada tahun 2000 ia mengangkat Sr. Faustina menjadi Orang Suci, orang suci pertama yang diangkat sebagai Santa dalam Milenium Baru, dan pada hari yang sama juga menetapkan “Minggu Pengampunan dari Tuhan” sebagi sebutan khusus pada Minggu ke empat Paskah untuk seluruh Gereja. Dalam homilinya pada Minggu Pengampunan tahun 2001, Sri Paus Yohanes Paulus II menyampaikan pesan Pengampunan yang diberikan pada St. Faustina “Penghargaan dan jawaban tajam yang Tuhan tawarkan pada pertanyaan-pertanyaan dari pengharapan-pengharapan menusia pada zaman kita, ditandai oleh tragedy-tragedi yang mengerikan. Pengampuan dari Tuhan! Ini adalah Karunia Paskah yang diterima oleh Gereja dari kebangkitan Kristus dan yang ditawarkan pada umat manusia pada akhir melenium ketiga.” Di Lagiewniki, Polandia tahun 2002, pada Konsekrasi Shrine baru Pengampunan dari Tuhan, Sri Paus menunjukan suatau pesan dalam buka harian yang dictat oleh Sang Santa : “Ketika aku sedang berdoa untuk Polandia, aku mendengar kata-kata ini – Aku membawa suatu cinta khusus untuk Polandia, dan jika dia taat pada kehendak-Ku, Aku akan memberinya kekuatan dan kekudusan. Darsinya akan tampil percikan yang akan menyiapkan dunia untuk kedatangan-Ku yang terakhir. “(buku harian 1732).
“Saat ini, oleh karena itu, di dalam shrine ini, Aku ingin dengan khidmat untuk mempercayakan dunia kepada pengampunan Tuhan. Aku melakukannya dengan terbakar oleh keinginan bahwa pesan dari cinta penampunan Tuhan, disampaikan disini melaui St. Faustina, memungkinkan untuk diberikan untuk semua orang-orang di dunia dan mengisi hati mereka dengan Harapan. Semoga pesan ini disebarkan dari tempat ini pada tanah tumpah darah kami yang terkasih dan keseluruh dunia.”
Lalu, dengan sindiran langsung terdahap pernyataan Tuhan kita pada St. Faustina, dan mengutip bagian terakhirnya, Bapa Suci mengumumkan, “Semoga bungkus perjanjian (penekanan penulis) dari Tuhan Yesus akan dipenuhi : dari sini ke sana harus melangkah maju percikan yang akan menyiapkan dunia untuk kedatangan-Nya yang terakhir” (buku harian 1732), Percikan ini perlu untuk diterangi dengan kemuliaan Allah, Api Pengampunan ini perlu untuk disebarkan di dalam dunia. Dalam Pengampunan Tuhan, dunia akan menemukan kedamaian dan manusia akan menemukan kebahagiaan! Sri Paus menamakan ini “Bungkus Perjanjian”. Ini adalah suatu ungkapan yang mengejutkan. Sebagian orang hanya mengomentari pertanyaan tersebut. Tetapi Sri Paus memberi perhatian serius terhadap pernyataan Tuhan tersebut, dan ia menyebutnya “Bungkus Perjanjian”.
Pengungkapan Rahasia yang bersifat Ramalan.
Mangapa Sri Paus Yohanes Paulus II betul-betul merekomendasikan bahwa kita harus memberikan kepada dunia melalui St. Faustina? Dengan jelas, ia melakukan ini sebab ia melihat hal ini sebagai lebih dari sekedar koleksi dari “Pengungkapan Rahasia Pribadi”; melainkan ia lihat hal tersebut sebagai pengungkapan rahasia yang bersifat ramalan. Dengan kata lain,pengungkapan rahasi diberikan kepada kita oleh Allah untuk menyampaikan hati Gospel dengan sebuah memenuhi kebutuhan pada jaman kita. Sekarang, 102 tahun sudah berlalu sejak kelahiran Santa kita yang tercinta pada 25 Agustus 1905. Tujuh puluh tahun sudah berlalu sejak kepengasingannya untuk mengambil tempat yang telah ditentukan untuknya dekat dengan Tuhan, Bagaimana pun, kita yang berharap untuk siap bersedia dan “dengan taat menunggu-Nya”. Mestinya tidak melupakan janji yang telah diberikan kepada kita, “Dunia yang malang, aku tidak akan melupakanmu,” dia menulis “Walaupun aku merasa bahwa aku akan dengan seketika bersatu di dalam Tuhan seperti di dalam lautan kebahgiaan, itu tak akan menjadi sebuah rintangan untuk kedatanganku kembali ke dunia untuk mendorong jiwa-jiwa dan menyakinkan mereka untuk percaya pada Pengampunan Tuhan. Memang benar, penyatuan sebuah kemungkinan yang tak terhingga untuk melakukan aksi tersebut.” (buku harian, 1582)
Semoga pejalanan hidup kita semakin mendekati kehidupan St> Faustina dan tulisan-tulisanya, dan pengharapan kita akan janji pertolongannya, menyempurnakan apa yang Tuhan kita banyak inginkan dari kita dan membutuhkan kita untuk manjadi mampu memenuhi keinginan-Nya yang Kudus di dalam diri-Nya yang adalah Pengampunan Tuhan yang tak terhingga dalam setiap Pribadi.
Mangapa Sri Paus Yohanes Paulus II betul-betul merekomendasikan bahwa kita harus memberikan kepada dunia melalui St. Faustina? Dengan jelas, ia melakukan ini sebab ia melihat hal ini sebagai lebih dari sekedar koleksi dari “Pengungkapan Rahasia Pribadi”; melainkan ia lihat hal tersebut sebagai pengungkapan rahasia yang bersifat ramalan. Dengan kata lain,pengungkapan rahasi diberikan kepada kita oleh Allah untuk menyampaikan hati Gospel dengan sebuah memenuhi kebutuhan pada jaman kita. Sekarang, 102 tahun sudah berlalu sejak kelahiran Santa kita yang tercinta pada 25 Agustus 1905. Tujuh puluh tahun sudah berlalu sejak kepengasingannya untuk mengambil tempat yang telah ditentukan untuknya dekat dengan Tuhan, Bagaimana pun, kita yang berharap untuk siap bersedia dan “dengan taat menunggu-Nya”. Mestinya tidak melupakan janji yang telah diberikan kepada kita, “Dunia yang malang, aku tidak akan melupakanmu,” dia menulis “Walaupun aku merasa bahwa aku akan dengan seketika bersatu di dalam Tuhan seperti di dalam lautan kebahgiaan, itu tak akan menjadi sebuah rintangan untuk kedatanganku kembali ke dunia untuk mendorong jiwa-jiwa dan menyakinkan mereka untuk percaya pada Pengampunan Tuhan. Memang benar, penyatuan sebuah kemungkinan yang tak terhingga untuk melakukan aksi tersebut.” (buku harian, 1582)
Semoga pejalanan hidup kita semakin mendekati kehidupan St> Faustina dan tulisan-tulisanya, dan pengharapan kita akan janji pertolongannya, menyempurnakan apa yang Tuhan kita banyak inginkan dari kita dan membutuhkan kita untuk manjadi mampu memenuhi keinginan-Nya yang Kudus di dalam diri-Nya yang adalah Pengampunan Tuhan yang tak terhingga dalam setiap Pribadi.
(doanya blog Klinik Rohani)
Fr. Serphim Michalenko, MIC bertindak sebagai perwkilan postulant untuk Amerika Utara dalam kasus kanonosasi St. Maria Faustina.
Selasa, 01 Juli 2008
14. Sharing "Maria, Sang Induk Domba Yang Tak Bercela"
Maria, Sang Induk Domba Yang Tak Bercela
Oleh : Rm. Settimo M. Manelli, FI
Edisi : Ave Maria No AM-41
Dalam Kitab Suci, Liturgi dan tulisan para Bapa Gereja, kita seringkali menemukan gambaran Induk Domba Tak Bercela bersama dengan Anak Domba Tak Bernoda. Gambaran ini mengingatkan kita akan pengorbanan Salib dimana Bunda maria bekerjasama sebagai Coredomptrix bersama dengan Putranya, Sang Juru Selamat.
Anak domba adalah gambaran yang sangat biasa dalam Kitab Suci. Berbagai momen dalam liturgy Bait Allah di Yerusalem menyebutkan persembahan seekor anak domba sebagai kurban dengan menumpahkan darahnya. Kitab Suci sendiri dan kemudian para bapa Gereja menerapkan figure seekor anak domba yang dibakar secara simbolis untuk Yesus. Yang di Salib dan mati bagi kita di altar Salib.
Oleh : Rm. Settimo M. Manelli, FI
Edisi : Ave Maria No AM-41
Dalam Kitab Suci, Liturgi dan tulisan para Bapa Gereja, kita seringkali menemukan gambaran Induk Domba Tak Bercela bersama dengan Anak Domba Tak Bernoda. Gambaran ini mengingatkan kita akan pengorbanan Salib dimana Bunda maria bekerjasama sebagai Coredomptrix bersama dengan Putranya, Sang Juru Selamat.
Anak domba adalah gambaran yang sangat biasa dalam Kitab Suci. Berbagai momen dalam liturgy Bait Allah di Yerusalem menyebutkan persembahan seekor anak domba sebagai kurban dengan menumpahkan darahnya. Kitab Suci sendiri dan kemudian para bapa Gereja menerapkan figure seekor anak domba yang dibakar secara simbolis untuk Yesus. Yang di Salib dan mati bagi kita di altar Salib.
Dalam kisah Keluaran, sebelum Tuhan menimbulkan tulah terakhir pada Firaun dari Mesir dan rakyatnya. Allah memrintahkan Musa dan Bangsa Yahudi untuk Menandai tiang pintu dari rumah mereka dengan darah seekor anak domba Malaikat perusak saat melihat darah itu, tidak akan membunuh anak sulung dari orang Yahudi dan terjadilah demikian.
Para Bapa Gereja melihat Darah itu sebagai ramalan dari pengurbanan Kristus yang dengan Menumpahkan Darah-Nya pada kayu Salib menyelamatkan umat-Nya dan semua manusia dari dosa dan kematian kekal.
Para Bapa Gereja melihat Darah itu sebagai ramalan dari pengurbanan Kristus yang dengan Menumpahkan Darah-Nya pada kayu Salib menyelamatkan umat-Nya dan semua manusia dari dosa dan kematian kekal.
Nabi Yesaya mewartakan kedatangan Mesias di masa mendatang, menyebut-Nya sebagai Yang menderita, membandingkan-Nya dengan “anak domba patuh yang digiring ke pembantaian.”(Yes 53 : 7)
Bersama dengan figure Kristus Sang Anak Domba, tafsiran Kuno dan Moderen, para Paus dan Liturgi telah meletakkan figure Maria, Bunda Yesus sebagai “Induk Domba Yang Tak Bercela”. Dalam bukunya mengenai simbolisme Maria, Bartoli menghadirkan sejumlah contoh dari karya sastra kuno yang mengunakan figure ini.
Bersama dengan figure Kristus Sang Anak Domba, tafsiran Kuno dan Moderen, para Paus dan Liturgi telah meletakkan figure Maria, Bunda Yesus sebagai “Induk Domba Yang Tak Bercela”. Dalam bukunya mengenai simbolisme Maria, Bartoli menghadirkan sejumlah contoh dari karya sastra kuno yang mengunakan figure ini.
Dalam hymne Byzantin yang terkenal “Akthistos” kita menemukan :
“Salam, Bunda Sang Anak Domba dan Gembala! Salam, Oh Tempat Tinggal dari kawanan-kawanan domba rohani”
St.Proclus secara ekspisit menamai Maria
“Domba Yang Tak Bercela, yang mana bangkit Sang Gembala,” saat Dionisius dari Alexandria memanggilnya “Domba yang melahirkan Anak Domba yang menghapus dosa dunia”.
St. Efrem, si orang Syria, menjadi terkenal karena kasihnya yang besar akan Maria dan juga dipanggil “Penyanyi Sang Perawan” karena hymne-hymne indah yang dikarangnya untuk menghormati Maria, menulis
St. Efrem, si orang Syria, menjadi terkenal karena kasihnya yang besar akan Maria dan juga dipanggil “Penyanyi Sang Perawan” karena hymne-hymne indah yang dikarangnya untuk menghormati Maria, menulis
“Terberkatilah engkau, oh Perawan yang mengandung anak singa yang dinubuatkan Bapa Yakub”(cf, Kej 49 :9). Yesus merendahkan diri-Nya sendiri. Dia menjadi anak domba yang ditakdirkan untuk naik ke Salib untuk menyelamatkan kita.
Liturgi Timur mendoakan :
“Anak dombamu dan Perawan Pelayan” keduanya istilah yang merujuk pada Maria –“Melihat-Mu Oh Kristus, Berlomba menuju penderitaan dan memberikan hidup-Mu bagi kami, Oh, Gembala yang baik, Menderita bagi-Mu dalam hati keibuan-Nya”.
Romanus, sang pengarang melodi, merenungkan Perawan yang sedih mengatakan
“Sang induk domba menangis, melihat anak dombanya tergantung di pohon”.
Gregorius sang pekerja mukjizat menerapkan figure itu kepada Maria, dengan menambahkan ide Kemurniannya yang Mutlak saat ia memanggil sang Perawan “Domba Tak Bercela.”
Gregorius sang pekerja mukjizat menerapkan figure itu kepada Maria, dengan menambahkan ide Kemurniannya yang Mutlak saat ia memanggil sang Perawan “Domba Tak Bercela.”
Yohanes Paulus II dalam Katekis yang diberi saat Audensi umum hari Rabu tanggal 31 Maret 2004, mengkongomentari bab 4 dan 5 dari Kitab Wahyu, mengingat kata-kata Melitus dari Sardis, seorang uskup dari abad kedua yang melukiskan Maria, Induk Domba Yang Tak Bercela bersama Kristus sebagai anak domba kurban bakaran.
”Kristus turun ke bumi dari Surga oleh karena Cinta-Nya bagi umat manusia yang menderita. Dia mengenakan kemanusiaan kita dalam Rahim Sang Perawan dan dilahirkan sebagai Manusia (….) Itu adalah Dia yang seperti seekor anak domba yang digiring dan seperti anak domba yang disembelih, sehingga menebus kita dari perbudakan dunia (…) Adalah Dia yang membawa kita kegelapan ke terang, dari penindasan ke Kerajawian Abadi; dan Dia membuat kita sebuah Imamat yang baru dan orang terpilih selama-lamanya (….) Adalah Dia, anak domba yang diam, anak domba yang dibantai, Putra Maria, Induk Domba Yang tak Bercela. Dia direnggut oleh kawanan domba, digiring kepada kematian-Nya, dibantai sore hari dan dikubur malam hari.
Dalam koleksi “Misa Perawan Maria”,
Dalam koleksi “Misa Perawan Maria”,
Pembuka Doa Syukur Agung No 36 untuk menghormati “Bunda Pengasih,” memuji Allah dan besyukur karena keindahan Maria. Dalam sebagian terjemahan teks Latin asli lainya, itu mengatakan
“Keindahan adalah miliknya dalam penderitaan Putrnya: /ditandai dengan Darah-Nya, / anak domba patuh, dia menderita bersama anak dombanya, yang paling lebut,/dan memnangkan baginya sebuah gelar keibuan yang baru.”
Beberapa Litani maria mendoakan,
“Maria, Induk Domba yang patuh, Bunda dari Anak Domba yang terpatuh, doakanalah kami.”
Sebuah doa yang digunakan untuk memberkati ikon menyebutkan Maria
“Domba Tak Bercela” :
Beberapa Litani maria mendoakan,
“Maria, Induk Domba yang patuh, Bunda dari Anak Domba yang terpatuh, doakanalah kami.”
Sebuah doa yang digunakan untuk memberkati ikon menyebutkan Maria
“Domba Tak Bercela” :
“Tuhan Allah, Bapa Maha Kuasa,
yang sudi memilih dari seluruh ras manusia merpati murni dan domba tak bercela, Maria yang tetap perawan untuk menjadi Ibu Putra-Mu yang Tunggal dan Menguduskan Beliau dengan turunnya Roh Kudus ke dalam tempat tinggal-Nya, Engkau jadikan Beliau lebih terhormat dari para Kerubim dan Serafim dan Lebih mulia dari makhluk apapun, Pembela dan Perawan bagi seluruh umat manusia."
yang sudi memilih dari seluruh ras manusia merpati murni dan domba tak bercela, Maria yang tetap perawan untuk menjadi Ibu Putra-Mu yang Tunggal dan Menguduskan Beliau dengan turunnya Roh Kudus ke dalam tempat tinggal-Nya, Engkau jadikan Beliau lebih terhormat dari para Kerubim dan Serafim dan Lebih mulia dari makhluk apapun, Pembela dan Perawan bagi seluruh umat manusia."
Figure anak domba mengingatkan akan kebenaran kematian pengurbanan Yesus yang menebus dosa manusia. Bunda-Nya mengambail bagian dalam penderitaan yang menebus dari Tuhan Yesus dengan cara yang unik karena Beliau adalah Bunda-Nya dan tanpa Noda Dosa. Maka Beliau adalah Coredomptrix (Penebus Serta) dari umat manusia yang penuh dosa. Para penulis kuno dan modern mengespresikan ini secara simbolis dengan gambaran seekor induk domba yang bersatu dangan anak dombanya yang terbakar, yaitu Tuhan Yesus yang di Salib.
Sumber : “Missio Immaculatae International No 10 – desember 20
Sumber : “Missio Immaculatae International No 10 – desember 20
---------
Doa tiga Salam Maria sebelum menyambut Komuni Kudus.
(doa pribadi dari KRP di awali tahun 2000 sampai saat ini)
“mohon diperhatikan tidak dalam keadaan dosa berat”
Ya, Maria, Bunda Gereja.
Kesetiaan Iman-mu tak tertandingkan,
Mengikuti jejak Sang Juruslamat Yesus Kristus, Putra Allah.
Kami memohon kepada-mu dengan rendah hati,
Kami yang lemah dan berdosa ini,
Merasa tak layak dan tak pantas,
Menyambut hari ini.
Tetapi, melalui Anugerah yang telah engkau terima dari Allah Bapa.
Sudi kiranya mendoakan dan menuntun kami,
Kehadirat Putra-mu - Manna dari Surga.
Bagi kesembuhan kehidupan rohani kami.
Amin.
Salam Putri Allah Bapa – 1 Slm. Maria.
Salam Bunda Allah Putra – 1 Slm Maria.
Salam Mempelai Allah Roh Kudus – 1 Slm Maria.
Kemulyaan…… Amin.
(doa pribadi dari KRP di awali tahun 2000 sampai saat ini)
“mohon diperhatikan tidak dalam keadaan dosa berat”
Ya, Maria, Bunda Gereja.
Kesetiaan Iman-mu tak tertandingkan,
Mengikuti jejak Sang Juruslamat Yesus Kristus, Putra Allah.
Kami memohon kepada-mu dengan rendah hati,
Kami yang lemah dan berdosa ini,
Merasa tak layak dan tak pantas,
Menyambut hari ini.
Tetapi, melalui Anugerah yang telah engkau terima dari Allah Bapa.
Sudi kiranya mendoakan dan menuntun kami,
Kehadirat Putra-mu - Manna dari Surga.
Bagi kesembuhan kehidupan rohani kami.
Amin.
Salam Putri Allah Bapa – 1 Slm. Maria.
Salam Bunda Allah Putra – 1 Slm Maria.
Salam Mempelai Allah Roh Kudus – 1 Slm Maria.
Kemulyaan…… Amin.
13. Sharing "St. Antonius"
Pengantar
Hidup Santo Antonius merupakan hidup dengan pengabdian total kepada Tuhan. Ia berasal dari keluarga yang sangat kaya dan terpandang. Karena begitu besar belas kasihan Tuhan terhadapnya, Santo Antonius menanggapi panggilan Tuhan dengan mengabdikan hidupnya sebagai seorang pertapa.
Ia hidup dalam kesunyian dan di tempat yang terpencil. Ia memulai hidupnya sendiri dengan kehidupan doa yang mendalam serta pertobatan terus-menerus kepada Tuhan. S
anto Antonius hidup dalam kerendahan hati, kelemahlembutan serta kebijaksanaan. Di usianya yang ke limapuluh lima tahun, Santo Antonius mendirikan sebuah biara guna menolong sesama.
Sekilas Riwayat Hidup Santo Antonius
dilahirkan di sebuah desa sebelah selatan Kota Mempis sebuah dusun kecil di Mesir pada tahun 251 dalam keluarga yang kristiani. Orang tuanya selalu menjaga dia agar tetap berada di rumah, sehingga membuat Antonius bertumbuh menjadi seorang yang lugu. Keluguannya dapat dilihat dari tutur katanya yang santun dan tidak mengerti bahasa lain selain bahasa yang didapatnya dari keluarganya. Pada saat usianya belum mencapai 20 tahun kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Saat itu Antonius menyadari bahwa dirinya memiliki harta warisan yang besar dan ia harus bertanggungjawab atas hidup adik perempuannya. Antonius merasakan belaskasihan Tuhan yang berlimpah atasnya, dan ia pun datang kepada Tuhan dalam doa. Semakin lama ia semakin peka akan penyelenggaraan Tuhan dalam hidupnya.
Suatu ketika saat Antonius sedang mengikuti perayaan Ekaristi di Gereja, ia mendengarkan sebuah bacaan yang merupakan sabda Yesus kepada seorang pria muda yang kaya raya, "Pergi, juallah apa yang engkau miliki, dan berikan kepada orang miskin, dan engkau akan memperoleh harta surgawi." Antonius merasa bahwa sabda itu ditujukan kepadanya sebagai sapaan dan jawaban Tuhan atas doa-doanya selama ini. Lalu sekembalinya ke rumah, Antonius memberikan tanahnya yang luas kepada tetangga-tetangganya, dan sebagian rumah-rumahnya dijual serta hasil penjualannya diberikan kepada orang-orang miskin. Yang tinggal hanyalah apa yang menjadi kebutuhan Antonius dan adik perempuannya. Segera setelah apa yang didengarkannya dalam Gereja itu ia mendengar sabda Yesus selanjutnya, "Janganlah kuatir tentang masa depanmu." Maka Antonius juga memberikan sisa miliknya dan memindahkan adik perempuannya ke rumah para pegawainya, yang disebutkan dalam catatan diasumsikan sebagai biara pertama karena mereka menjadi kelompok wanita yang hidup dalam doa dan kontemplasi. Antonius sendiri kemudian menarik diri dalam kesunyian, dengan mengikuti beberapa orang yang lanjut usia yang menjadikan hidupnya sebagai pertapa di sekelilingnya. Kegiatan mereka sehari-harinya adalah membuat pekerjaan tangan, berdoa, dan membaca. Makanan Antonius hanyalah roti dengan sedikit garam, dan Antonius tidak minum apapun selain air; Ia tidak pernah makan sebelum fajar tenggelam, kadang kala hanya sekali dalam waktu empat hari. Antonius hidup dalam kesunyian yang semakin membawanya menyatu dengan Tuhan yang dicintainya.
Sebelum meninggal Antonius sempat mengunjungi rahib-rahibnya, dan berpesan kepada 2 orang muridnya yaitu Macarius dan Amathas agar ia dimakamkan secara tersembunyi di biara yang terletak di sisi gunung. Antonius meninggal pada tanggal 17 Januari 356, diusianya yang ke-105 tahun. Saat kematiannya ia tidak mengalami sakit apapun, pandangannya tidak kabur, giginya masih utuh tidak ada yang tanggal ataupun rusak. Dari sisi seni Antonius selalu hadir dengan tau-berbentuk salib seperti huruf T, bel kecil, babi, kadangkala dengan buku sebagai identifikasi dari santo ini. Lambang Salib, mengidentifikasikan bahwa Santo Antonius selalu menggunakan tanda salib dalam perlawanannya terhadap kuasa jahat. Babi, melambangkan iblis. Bel yang dikalungkan di leher penggembala babi sebagai tanda kehadirannya. Buku, menunjukkan kompensasi Santo Antonius tidak membaca bacaan lain selain buku dari alam.
Pesta peringatan Santo Antonius ini dirayakan setiap tanggal 17 Januari.
Teladan Hidup Santo Antonius Pertapa
Dalam menjalani hidup kerahibannya Santo Antonius memiliki semangat yang teguh untuk mencari teladan hidup agar dapat lebih mengarahkan hidupnya pada kehendak Tuhan. Jika Santo Antonius mendengar beberapa pertapa yang berbudi luhur, ia mencarinya dan berusaha keras mendapatkan serta mempelajari kebajikan-kebajikan paling utama dalam diri setiap pertapa sebagai teladan dan perintah pertapa-pertapa senior. Dengan cara demikian dalam waktu singkat Santo Antonius sendiri telah menjadi seorang teladan dalam kerendahan hati, kemurahan hati, pendoa, dan kebajikan-kebajikan lainnya.
Mengatasi Kelemahan
Setiap manusia tentu memiliki kelemahan serta memiliki jalan masing-masing untuk mengatasinya sesuai dengan kondisi lingkungan, panggilan hidup, serta rahmat yang Tuhan berikan kepada kita. Banyak orang mendengar tentangnya dan mohon saran serta nasihatnya. Santo Antonius akan memberi mereka nasihat-nasihat praktis, ia menekankan bahwa "Setan takut pada kita ketika kita berdoa dan bermatiraga. Setan juga takut ketika kita rendah hati dan lemah lembut. Terutama, setan takut pada kita ketika kita sangat mencintai Yesus. Setan lari terbirit-birit ketika kita membuat tanda salib." Demikian juga Santo Antonius dalam menjalani hidupnya sebagai pertapa seringkali menghadapi berbagai macam godaan. Godaan yang dialami Santo Antonius antara lain menemukan dirinya berbangga atas kebajikan-kebajikan yang telah dilakukannya, sehingga menjadikan dirinya memiliki prestise di dunia. Dengan jalan apa pun kuasa kegelapan berusaha menjadikan jiwa kecewa atas jalan kehidupan yang telah Tuhan tentukan.
Santo Antonius setiap malam mendapat godaan dengan imajinasi-imajinasi cabul. Kuasa kegelapan menyerang dengan tepat tertuju pada kelemahannya. Santo Antonius melawan serangan tersebut dengan berpuasa keras dan berdoa. Setan menggoda dengan begitu gencarnya, menampilkan dirinya dalam wujud yang nyata. Pertama dengan kedatangan seorang perempuan untuk menggodanya, kemudian orang negro untuk menakut-takuti Santo Antonius. Ketika Santo Antonius beristirahat ia berbaring di atas lantai. Dalam pencarian kesunyian yang lebih terpencil Santo Antonius menarik diri ke sebuah tempat pemakaman tua, di mana seorang temannya selalu membawakan Santo Antonius roti dari waktu ke waktu. Namun, setan hadir lagi tanpa permisi untuk menyerang Santo Antonius dengan tindakan yang nyata, dan menakuti Santo Antonius dengan suara yang mengerikan; bahkan suatu saat setan memukulnya dengan sangat memilukan hingga hampir mati, dan dalam kondisi inilah Santo Antonius ditemukan oleh sahabatnya. Ketika ia mulai sadar Santo Antonius menangis kepada Tuhan, "Di mana Engkau, Tuhanku dan Guruku?" Sebuah suara menjawab, "Antonius, Aku di sini selalu; Aku berdiri di sisimu dan melihat engkau bertempur; dan karena engkau cukup kuat bertahan terhadap musuh-musuhmu, Aku selalu melindungi engkau, dan akan membuat namamu terkenal di bumi."
Santo Antonius sungguh-sungguh berusaha keras untuk dapat mengatasi kelemahan dan godaan setan. Ia berhasil melewati semua itu tak lain karena ia sangat mencintai Tuhan, dan dalam hidupnya ia mempunyai tujuan untuk bersatu dengan Tuhan. Maka dengan doa yang terus-menerus dan perjuangannya ia dapat mengatasi berbagai godaan dan kelemahan yang ada dalam dirinya.
Cinta akan Tuhan
Santo Antonius berani meninggalkan segala kekayaan dan kemewahan yang dimilikinya untuk hidup sederhana sebagai seorang pertapa semata-mata hanyalah karena cinta yang begitu dalam akan Tuhan. Sabda yang didengarnya saat di Gereja adalah suatu jalan yang menyadarkan dirinya bahwa tak ada hal lain di dunia yang lebih berarti selain Tuhan saja. Untuk hal yang terindah dan tak ternilai itulah maka ia pun bergegas meninggalkan segala hal yang bernilai duniawi.
Cintanya akan Tuhan begitu besar sehingga dia pun tak putus asa untuk berjuang melawan segala godaan yang datang padanya. Cinta yang dimilikinya menjadi suatu kekuatan bagi Santo Antonius dalam perjuangan hidupnya. Dia begitu menyadari bahwa untuk mencintai Tuhan berarti ia harus rela berjuang dan menghadapi segala musuh Tuhan yang ingin menarik dia kembali ke dunia. Sadar akan hal ini maka Santo Antonius pun semakin hari semakin mempersembahkan hidupnya untuk mencintai Tuhan saja.
Bersyukur
Dalam perjalanan hidupnya Santo Antonius menyatakan betapa pentingnya kita bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan kepada kita. Seperti pada saat Santo Antonius melakukan perjalan ke Alexandria, ia bertemu dengan seorang yang sengat terkenal, yaitu Didimus seorang tunanetra yang menjadi kepala sekolah kateketik di Alexandria. Santo Antonius menghibur serta memberikan semangat kepada Didimus agar tidak terlalu menyesali akan kebutaannya, yang sebenarnya biasa terjadi bahkan pada serangga sekalipun. Santo Antonius menyarankan agar Didimus bersukacita karena betapa berharganya pancaran diri yang dimiliki oleh kita sebagai murid-murid Kristus, dengan demikian kita dapat memandang Tuhan dan mengobarkan api cinta-Nya dalam jiwa kita.
Hidup Doa Santo Antonius Pertapa
Satu hal yang menjadi kekuatan Santo Antonius dalam menjalani hidupnya sebagai seorang pertapa adalah hidup doa yang mendalam. Santo Antonius menghabiskan sebagian besar waktu malamnya dengan kontemplasi. Saat fajar menyingsing memanggilnya untuk kembali melakukan aktivitas sehari-hari, Santo Antonius mengeluh akan cahaya yang merenggutnya dari cahaya terindah dalam dirinya yang sedang dinikmatinya ketika tinggal dalam kegelapan dan kesunyian. Setelah Santo Antonius beristirahat seketika Ia selalu terbangun pada saat malam hari dan melanjutkan doanya dengan berlutut dengan tangan terbuka mengarah ke surga hingga fajar menyingsing, dan kadangkala hingga pukul 3 siang.
Doa yang tak henti-hentinya dipanjatkan kepada Tuhan membuat Santo Antonius semakin hari semakin dapat mendengarkan suara Tuhan dalam hatinya. Di sepanjang hari Santo Antonius tak pernah berhenti berdoa, entah ketika mengerjakan pekerjaan tangan atau ketika berada dalam keheningan alam, ia tak pernah berhenti mempersembahkan doa-doanya kepada Tuhan.
Hidup doa Santo Antonius ini amat mendalam, ia sadar sepenuhnya bahwa jika tanpa ditopang dengan doa dan doa, maka hidup bertapa akan sangat menyulitkan dan justru akan menyeretnya ke dalam banyak lubang dosa yang telah disiapkan oleh setan. Karena itulah maka Santo Antonius selalu menekankan doa dalam kehidupannya, sebab di situlah ia selalu memperoleh kekuatan dan rahmat untuk terus berjalan menuju tujuan akhir hidupnya bersatu dengan Tuhan.
Hidup di hadirat Tuhan
Hidup doa yang mendalam dari Santo Antonius membuat dia selalu hidup di hadirat Tuhan. Sepanjang waktunya dihabiskannya untuk memikirkan Tuhan saja. Jika dia sedang bekerja atau melakukan segala aktivitas yang lain, dia melakukannya untuk Tuhan. Apapun dipersembahkan untuk mencintai Tuhan. Santo Antonius selalu berusaha untuk menyadari kehadiran Tuhan dalam kehidupannya, dalam segala hal di sekelilingnya. Dengan kesadaran itu dia akan selalu berusaha menyenangkan hati Tuhan dan memikirkan Tuhan saja. Dia menyadari dengan memikirkan Tuhan sepanjang hari itu juga menjadi salah satu cara yang baik untuk melawan godaan yang datang. Ketika kita memikirkan Tuhan, maka kita pun akan lebih waspada dan berhati-hati terhadap segala serangan godaan setan. Hidup di hadirat Tuhan membuat seseorang selalu menyadari kehadiran Tuhan yang mengasihi dia.
Kelembutan dan Kebijaksanaan
Santo Antonius Pertapa Pada zaman itu ahli-ahli filsafat kafir dan yang lainnya kadangkala pergi untuk berdiskusi dengan Santo Antonius, karena bagi mereka sosok seorang Antonius sangatlah mengherankan dalam kelembutan dan kebijaksanaannya. Ketika beberapa ahli filsafat bertanya kepada Santo Antonius bagaimana Ia dapat meluangkan waktunya dalam kesunyian bahkan tanpa buku-buku, Santo Antonius menjawab alam adalah buku terbaiknya dan ketiadaan akan apapun sudah cukup baginya. Ketika yang lain datang untuk mengejek kedunguannya, Santo Antonius bertanya kepada mereka dengan kesederhanaannya mana yang terbaik, mengerti kebajikan atau belajar dari buku, dan yang mana dapat berguna bagi sesama. Ahli-ahli filsafat itu berkata "mengerti kebajikan". Santo Antonius berkata "cukup hanya dengan itu". Ahli-ahli filsafat kafir yang lainnya berharap ada perselisihan dan menuntut alasan atas kepercayaan Santo Antonius akan Kristus. Santo Antonius membuat mereka terdiam dengan menunjukkan bahwa mereka merendahkan pikiran Allah dengan menganggap hal tersebut berasal dari ambisi manusia; tetapi salib yang hina adalah demonstrasi terbesar dari kebajikan yang tidak terbatas dan kehinaan adalah kemuliaan tertinggi bagi Kristus yang bangkit dengan jaya dan dengan kebangkitan-Nya dari kematian untuk menghidupkan dan menyembuhkan yang buta dan sakit.
Mengenal Diri
Dalam ketujuh suratnya kepada Santo Jerome ada sebuah pepatah yang selalu dikatakannya, yaitu bahwa sangatlah penting untuk mengetahui tentang siapa diri kita dan hanya dengan demikian kita dapat menuju kepada pengetahuan akan Allah dan cinta Allah. Dalam surat Santo Antonius yang ditujukan kepada Santo Theodore, dikatakannya bahwa Tuhan telah memberikan keyakinan kepada Santo Antonius, yaitu Tuhan akan menunjukkan kerahiman-Nya bagi semua yang percaya dengan sungguh-sungguh kepada Yesus Kristus, meskipun mereka telah jatuh, jika mereka dengan sungguh-sungguh bertobat dari dosa mereka.
Sharing :
* Apakah Anda telah belajar untuk mengenal diri Anda atau sudah mengenal diri Anda? Sharingkan kepada teman-teman Anda bagaimana proses pengenalan diri Anda? * Setelah Anda mengenal diri bagaimana perkembangan hidup rohani Anda terutama hubungan Anda dengan Tuhan? Sharingkanlah dengan teman-teman anda. * Apakah Anda telah mengabdikan hidup Anda kepada Tuhan hingga rela mempersembahkan hidup sepenuhnya seperti yang telah dilakukan Yesus melalui panggilan hidup kita masing-masing?
12. Sharing "7 Sabda Yesus dari Salib"
7 Ucapan Terakhir Yesus.
Oleh : Rm. Moses Beding, CSSR
Ave Maria edisi AM 41
Oleh : Rm. Moses Beding, CSSR
Ave Maria edisi AM 41
Tujuh kata terakhir yang diucapkan Yesus dari atas Salib, mengungkapkan penderitaan, kepercayaan dan cinta-Nya.
Suatu tradisi saleh memberikan penghormatan yang saleh pada kata-kata terakhir yang diucapakan Yesus pada saat menjelang wafat-Nya dalam keempat Injil.
Dari atas salib kita menemukan uacapan Yasus sekali dalam Injil Mathius dan Markus, tiga kali dalam Injil Lukas dan tiga kali dalam Injil Yohanes.
Berbicara dalam penderitaan sakratul maut dan dalam kegelapan diatas salib, semua kata-kata ini mengkunakapkan pandangan Yesus tentang kematian-Nya menurut penekanan masing-masing Pengijil. Kita tak mengetahui urutan kata-kata ini diucapakan, Harmonisasi dari Injil sejak abad kedua telah menempatkan semuanya dalam berbagai macam urutan.
Kita juga tidak tahu, apakah setiap penginjil memiliki kata-kata Yesus dari Salib sejak awal dari kisah Sengsara, atau mereka mengungkapakan suatu pengertian tertentu dari hari misa dan nasib/takdir dari Yesus.
Yang kita tahu ialah bahwa ketujuh kata-kata/ucapan ini adalah tujuh ucapan yang diilhami dari kisah Sengsara Kanonis yang diturunkan kepada kita oleh empat Penginjil/Penulis, Marilah kita merenungkan setiap ucapan Yesus ini dengan maksud untuk bertnya apa ayng diajarkan mereka ke[ada kita tentang Tuhan Yesus yang tersalib dan arti dari kematian-Nya.
1. Ucapan Pertama :
Suatu tradisi saleh memberikan penghormatan yang saleh pada kata-kata terakhir yang diucapakan Yesus pada saat menjelang wafat-Nya dalam keempat Injil.
Dari atas salib kita menemukan uacapan Yasus sekali dalam Injil Mathius dan Markus, tiga kali dalam Injil Lukas dan tiga kali dalam Injil Yohanes.
Berbicara dalam penderitaan sakratul maut dan dalam kegelapan diatas salib, semua kata-kata ini mengkunakapkan pandangan Yesus tentang kematian-Nya menurut penekanan masing-masing Pengijil. Kita tak mengetahui urutan kata-kata ini diucapakan, Harmonisasi dari Injil sejak abad kedua telah menempatkan semuanya dalam berbagai macam urutan.
Kita juga tidak tahu, apakah setiap penginjil memiliki kata-kata Yesus dari Salib sejak awal dari kisah Sengsara, atau mereka mengungkapakan suatu pengertian tertentu dari hari misa dan nasib/takdir dari Yesus.
Yang kita tahu ialah bahwa ketujuh kata-kata/ucapan ini adalah tujuh ucapan yang diilhami dari kisah Sengsara Kanonis yang diturunkan kepada kita oleh empat Penginjil/Penulis, Marilah kita merenungkan setiap ucapan Yesus ini dengan maksud untuk bertnya apa ayng diajarkan mereka ke[ada kita tentang Tuhan Yesus yang tersalib dan arti dari kematian-Nya.
1. Ucapan Pertama :
” Ya, Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”( Luk 23 :34)
Yesus dikianati, ditinggalkan, dihina,dianiaya; namun demikian Dia masih sanggup memohon pada bapa-Nya untuk mengampuni orang-orang yang bertanggung-jawab atas penderitaan-Nya. Doa Yesus terucap tak tersangka-sangka setelah Dia disalibkan tergantung di antara dua orang penyamun. Kata yang stu itu “Ampunilah” menyelamatkan kekejaman yang dahsyat dan adegan penuh kebencian.
Pengampunan adalah : Sesuatu yang sangat mahal. Amat sangat mudah untuk memberikan semacam pengampunan sepanjang lengan tangan, memberikan pengampunan, jika kita tidak dilukai secara serius. Akan tetapi pengampunan yang sesungguhnya adalah suatu pengampunan yang sungguh keluar dari hati untuk membiarkan berlalu kepedihan dan kebencian apabila kita telah menjadi korban luka serius yang dibuat oleh orang lain.
Pengampunan adalah jalan satu-satunya menuju kepadaperdamaian dalam suatu dunia yang ditnadai/dijejali dengan penghinaan, kelalian, kekerasan dan dendam. Untuk siapa Yesus memohon pengmpunan dari Bapa?
Pertama tentu bagi serdadu-serdadu Roma yang memaku Dia di Palang salib dan bagi para pengusa Roma yang menjatuhkan hukuman mati ke atas-Nya. Selanjutnya untuk “Imam-imam kepala, dan pemimpin serta Rakyat” Yerusalem (Luk 23 :13) yang berteriak-teriak “Salibkanlah Dia” (Luk 23 :21)
Namun menurut Yesus, orang-orang Roma dan orang-orang Yahudi dari Yerusalem tidak tahu apa yang mereka perbuat. Lukas mepertegas ketidaktahuan para pemimpin dan rakyat Yerusalem dalam kotbah St. Petrus dalam Kisah Para Rasul, “Hai saudara-saudara aku tahu bahwa kamu telah berbuat demikian kerana ketidaktahuan, sama seperti semua pemimpin kamu”(Kis 3 :17) Dalam pidatonya Rasul Paulus, Penginjil Lukas mengilhaminya bahwa rakyat Yerusalem menghukum Yesus, karena “mereka gagal mengenal-Nya” (Kis 13 : 27) Jelas bahwa rakyat Yerusalem tidak diberitau atau karena mereka tidak menangkap tanda-tanda dari perbuatan/tindakan mereka. Yesus telah menangisi Yerusalem dan sambil meratap Ia berseru, “Wahai betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu.”(Luk 19 : 42) Rakyat bandel dank eras kepala dan tidak mematuhi rencana Allah . Sangat menarik untuk dicermati aialah bahwa meskipun orang tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan, namun mereka tetap butuh pengampunan.
Pengampunan para penyiksa_nya, untuk mereka Yesus berdoa pada bukit tengkorak di luar Yerusalem menjalar dari sana semakin meluas mencakup sekelilingnya bahkan sampai ke seluruh dunia. Dalam buku Yona, Allah menytakan belaskasihan-Nya atas orang-orang Asyria yang jahat – “orang-orang yang tidak dapat membedakan tangan kanan dari tangan kirinya”, meskipun segala kebengisan telah mereka lakukan pada orang lain.(Yona 4 : 11)
Doa Yesus untuk pengmpunan turun juga ke atas kita masing-masing kita ayng tahu dengan baik apa yang kita lakukan, tetapi kita tidak pernah tahu ettang derita dan sengsara yang disebabkan oleh dosa-dosa kita pada Hati Yesus. Yesus yang mengajar para murid-Nya mencintai, bahkan mencintai musih-musiuh mereka memberikan teladan dan contoh. Ia mendorong kita untuk mencintai, karena inilah dan hanya satu-satunya jalan kepada perdamaian.
2. Ucapan Kedua :
Pengampunan adalah : Sesuatu yang sangat mahal. Amat sangat mudah untuk memberikan semacam pengampunan sepanjang lengan tangan, memberikan pengampunan, jika kita tidak dilukai secara serius. Akan tetapi pengampunan yang sesungguhnya adalah suatu pengampunan yang sungguh keluar dari hati untuk membiarkan berlalu kepedihan dan kebencian apabila kita telah menjadi korban luka serius yang dibuat oleh orang lain.
Pengampunan adalah jalan satu-satunya menuju kepadaperdamaian dalam suatu dunia yang ditnadai/dijejali dengan penghinaan, kelalian, kekerasan dan dendam. Untuk siapa Yesus memohon pengmpunan dari Bapa?
Pertama tentu bagi serdadu-serdadu Roma yang memaku Dia di Palang salib dan bagi para pengusa Roma yang menjatuhkan hukuman mati ke atas-Nya. Selanjutnya untuk “Imam-imam kepala, dan pemimpin serta Rakyat” Yerusalem (Luk 23 :13) yang berteriak-teriak “Salibkanlah Dia” (Luk 23 :21)
Namun menurut Yesus, orang-orang Roma dan orang-orang Yahudi dari Yerusalem tidak tahu apa yang mereka perbuat. Lukas mepertegas ketidaktahuan para pemimpin dan rakyat Yerusalem dalam kotbah St. Petrus dalam Kisah Para Rasul, “Hai saudara-saudara aku tahu bahwa kamu telah berbuat demikian kerana ketidaktahuan, sama seperti semua pemimpin kamu”(Kis 3 :17) Dalam pidatonya Rasul Paulus, Penginjil Lukas mengilhaminya bahwa rakyat Yerusalem menghukum Yesus, karena “mereka gagal mengenal-Nya” (Kis 13 : 27) Jelas bahwa rakyat Yerusalem tidak diberitau atau karena mereka tidak menangkap tanda-tanda dari perbuatan/tindakan mereka. Yesus telah menangisi Yerusalem dan sambil meratap Ia berseru, “Wahai betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu.”(Luk 19 : 42) Rakyat bandel dank eras kepala dan tidak mematuhi rencana Allah . Sangat menarik untuk dicermati aialah bahwa meskipun orang tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan, namun mereka tetap butuh pengampunan.
Pengampunan para penyiksa_nya, untuk mereka Yesus berdoa pada bukit tengkorak di luar Yerusalem menjalar dari sana semakin meluas mencakup sekelilingnya bahkan sampai ke seluruh dunia. Dalam buku Yona, Allah menytakan belaskasihan-Nya atas orang-orang Asyria yang jahat – “orang-orang yang tidak dapat membedakan tangan kanan dari tangan kirinya”, meskipun segala kebengisan telah mereka lakukan pada orang lain.(Yona 4 : 11)
Doa Yesus untuk pengmpunan turun juga ke atas kita masing-masing kita ayng tahu dengan baik apa yang kita lakukan, tetapi kita tidak pernah tahu ettang derita dan sengsara yang disebabkan oleh dosa-dosa kita pada Hati Yesus. Yesus yang mengajar para murid-Nya mencintai, bahkan mencintai musih-musiuh mereka memberikan teladan dan contoh. Ia mendorong kita untuk mencintai, karena inilah dan hanya satu-satunya jalan kepada perdamaian.
2. Ucapan Kedua :
“Sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus”(Luk 23 : 42)
Dalam sakratulmaut dari tiga oarng korban yang disalibkan, mengalirlah dengan derasnya rahmat penebusan. Injil Lukas mempresentasikan perbedaan kontras antara dua pejahat yang dislibkan seblah kiri dan kanan Yesus – dua perbedaan yang radikal dalam menanggapi Yesus sorang penjahat turut ikut-ikutan dalam olok-olokan dan hojatan terhadap Yesus, gagal dalam menghadapi Allah – ia tidak takut akan Allah (Luk 23 : 39-40). Yang lain dengan terbuka mengakui kesalahannya – “kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita” (Luk 23 : 41) – kemudian ia berpaling kepada Yesus memohon pertolongan – “Yesus ingatlah akan aku, apabila engkau dating sebagai Raja.” (Luk 23 :42)
Sambil berpaling kepada Yesus penjahat yang bertobat itu melihat sesuatu dalam orang yang ditahan ditengah-tengah mereka, hal mana tidak terlihat oleh si pengejek itu. Penjahat yang bertobat itu melihat seorang Raja, yang duduk di atas Tahta-Nya, didandani/dihiasi dengan belaskasihan mengambil kekuasaan dalam kerajaan-Nya. Pandangan iman dari si penjahat tidak dapat menyangkal akan kenyataan penderitaan dahsyat dan penolakan yang diderita oleh Yesus. Dan hal itu menyakinkan kita tidak ada satupun penderitaan yang lpaling dalam, yang tidak dialami oleh Raja Penyelamat kita. Jawaban Yesus, “Hari ini juga angkau akan ada bersama-Ku di dalam Firdau”, menunjukan betapa dahsyatnya kuasa penyelamatan dari kematian Yesus di atas salib. Keseluruhan Injil Lukas menekankan skeselamatan serta merta yang ditawarkan oleh Yesus kepada para Gembala “Pada hari ini telah lahir bagimu seorang Juru Selamat”, kepada Zakeus “Pada hari ini keselamatan turun ke atas rumah ini” (Luk 19 :9) Yesus menjanjikan bahwa penjahat yang bertobat itu akan segara/serta merta menikmati terang kebahagiaan bersama Allah, kebahagiaan Firdaus. Seprti halnya Ia hidup, demikianpun Yesus Wafat, yaitu memberikan pengampunan atas dosa-dosa dan mendatangkan keselamatan. Yesus “Datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang”(Luk 19 : 10), malaui kehidupan-Nya Yesus menjadi “sahabat para pendosa” (Luk 7 :34). Janji Yesus kepada para pendamping-Nya (penjahat) pada saat ajal adalah juga janji Yesus kepada kita semua. “Karena kit semua masih tetap orang berdosa, Kristus Wafat untuk kita”(Rom 5 :8). Kata-kata Yesus kepada para penjahat pada saat ajal mereka, meyakinkan kita bahwa betapapun gelap dan susah hidup kita, kita tidak pernah kehilangan pengharapan. Kita dapat berpaling kepada Dia yang menjanjikan Firdaus kepada penjahat dan kitapun tahu bahwa janji yang akan ditunjukan-Nya juga kepada kita.
3. Ucapan Ketiga :
Sambil berpaling kepada Yesus penjahat yang bertobat itu melihat sesuatu dalam orang yang ditahan ditengah-tengah mereka, hal mana tidak terlihat oleh si pengejek itu. Penjahat yang bertobat itu melihat seorang Raja, yang duduk di atas Tahta-Nya, didandani/dihiasi dengan belaskasihan mengambil kekuasaan dalam kerajaan-Nya. Pandangan iman dari si penjahat tidak dapat menyangkal akan kenyataan penderitaan dahsyat dan penolakan yang diderita oleh Yesus. Dan hal itu menyakinkan kita tidak ada satupun penderitaan yang lpaling dalam, yang tidak dialami oleh Raja Penyelamat kita. Jawaban Yesus, “Hari ini juga angkau akan ada bersama-Ku di dalam Firdau”, menunjukan betapa dahsyatnya kuasa penyelamatan dari kematian Yesus di atas salib. Keseluruhan Injil Lukas menekankan skeselamatan serta merta yang ditawarkan oleh Yesus kepada para Gembala “Pada hari ini telah lahir bagimu seorang Juru Selamat”, kepada Zakeus “Pada hari ini keselamatan turun ke atas rumah ini” (Luk 19 :9) Yesus menjanjikan bahwa penjahat yang bertobat itu akan segara/serta merta menikmati terang kebahagiaan bersama Allah, kebahagiaan Firdaus. Seprti halnya Ia hidup, demikianpun Yesus Wafat, yaitu memberikan pengampunan atas dosa-dosa dan mendatangkan keselamatan. Yesus “Datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang”(Luk 19 : 10), malaui kehidupan-Nya Yesus menjadi “sahabat para pendosa” (Luk 7 :34). Janji Yesus kepada para pendamping-Nya (penjahat) pada saat ajal adalah juga janji Yesus kepada kita semua. “Karena kit semua masih tetap orang berdosa, Kristus Wafat untuk kita”(Rom 5 :8). Kata-kata Yesus kepada para penjahat pada saat ajal mereka, meyakinkan kita bahwa betapapun gelap dan susah hidup kita, kita tidak pernah kehilangan pengharapan. Kita dapat berpaling kepada Dia yang menjanjikan Firdaus kepada penjahat dan kitapun tahu bahwa janji yang akan ditunjukan-Nya juga kepada kita.
3. Ucapan Ketiga :
“Ibu inilah anakmu”-“Inilah ibumu” (Yoh 19 : 26-27)
Yesus mengetahui pikiran dan perasaan ibu-Nya, ketika ia mendampinginya pada saat ajl-Nya. Derita dan kesedihannya tidak ada bandingnya, maka pada saat kematian-Nya makin mendekat, Ia menyerahkan ibu-Nya, Maria, kepada murid yang sangat dikasihi-Nya, dengan jaminan bahwa murid itu akan memeliharanya setelah Ia meninggal. Dengan demikian Yesus mau mengatakan kepada mereka yang paling dikasihi-Nya, bahwa mereka tidak ditinggalkan sendirian.
Namun demikian Yohanes bermaksud untuk menyampaikan lebih dari pada sekedar cinta seorang anak dalam agegan ini. Ia tidak menyebut nama ibu-Nya, Maria dipanggil-Nya “wanita”, Murid yang menjadi “putranya, ia disebut” murid yang dikasihi-Nya”. Dibawah salib dua tokoh histories mengembambil suatu perenan yang lebih simbolik dan spiritual, membentuk suatu keluarga baru.
Eva, wanita pertama adalah “ibu dari semua yang hidup”(Kej 3 :20). Maria, Eva baru, adalah ibu dari Gereja. Murid yang dikasihi itu mewakili semua orang yang dikasihi oleh Yesus sebagai saudara-Nya dalam keluarga-Nya, ialah siapa saja yang melaksanakan kehendak Bapa-Nya(Mrk 3 :35). Dalam Injil Lukas, Yesus berkata bahwa ibu dan saudara-saudara-Nya adalah “mereka yang mendengar Sabda Allah dan melaksanakannya” (Luk 8 :21). Keluarga baru ini yang dibangunkan dibawah salib adalah suatu persekutuan para kudus, baik diatas bBumi maupun di dalam Surga. Pada saat yang sama Yesus menyerahkan ibu-Nya kepada perlindungan murid yang dikasihi-Nya. Ia menyrahkan murid-Nya ke bawah perlindungan ibu-Nya. Maka seperti halnya ibu-Nya mengambil bagian dalam Misteri kehidupan Kristus dalam segala kepenuhan suka dan duka-Nya, maka demikian pula ia mengambil bagian secara akrab dan mesra dalam kehidupan para saudara Kristus diatas Bumi. Sebagai “Bunda yang berdukacita” ramalan Simeon terpenuhi di dalam dia “sebuah pedang akan melukai hatimu”(Luk 2 :35). Tetapi ia pun tahu bahwa penderitaan dan kematian tidak mempunyai kata terakhir dalam rencana Allah untuk kita. Maria mengajarkan pada kita kemungkinan-kemungkinan dari pengharapan yang baru yang timbul/muncul dari kehidupan dan menunjukan pada kita bagaimana mencegah kehancuran diri sendiri atau keputusan. Dia yang melahirkan Sabda Allah, tahu bahwa anak-anaknya ditetapkan dan ditentukan untuk dilahirkan kembali ke dalam kepenuhan hidup.
4. Ucapan Kempat :
Namun demikian Yohanes bermaksud untuk menyampaikan lebih dari pada sekedar cinta seorang anak dalam agegan ini. Ia tidak menyebut nama ibu-Nya, Maria dipanggil-Nya “wanita”, Murid yang menjadi “putranya, ia disebut” murid yang dikasihi-Nya”. Dibawah salib dua tokoh histories mengembambil suatu perenan yang lebih simbolik dan spiritual, membentuk suatu keluarga baru.
Eva, wanita pertama adalah “ibu dari semua yang hidup”(Kej 3 :20). Maria, Eva baru, adalah ibu dari Gereja. Murid yang dikasihi itu mewakili semua orang yang dikasihi oleh Yesus sebagai saudara-Nya dalam keluarga-Nya, ialah siapa saja yang melaksanakan kehendak Bapa-Nya(Mrk 3 :35). Dalam Injil Lukas, Yesus berkata bahwa ibu dan saudara-saudara-Nya adalah “mereka yang mendengar Sabda Allah dan melaksanakannya” (Luk 8 :21). Keluarga baru ini yang dibangunkan dibawah salib adalah suatu persekutuan para kudus, baik diatas bBumi maupun di dalam Surga. Pada saat yang sama Yesus menyerahkan ibu-Nya kepada perlindungan murid yang dikasihi-Nya. Ia menyrahkan murid-Nya ke bawah perlindungan ibu-Nya. Maka seperti halnya ibu-Nya mengambil bagian dalam Misteri kehidupan Kristus dalam segala kepenuhan suka dan duka-Nya, maka demikian pula ia mengambil bagian secara akrab dan mesra dalam kehidupan para saudara Kristus diatas Bumi. Sebagai “Bunda yang berdukacita” ramalan Simeon terpenuhi di dalam dia “sebuah pedang akan melukai hatimu”(Luk 2 :35). Tetapi ia pun tahu bahwa penderitaan dan kematian tidak mempunyai kata terakhir dalam rencana Allah untuk kita. Maria mengajarkan pada kita kemungkinan-kemungkinan dari pengharapan yang baru yang timbul/muncul dari kehidupan dan menunjukan pada kita bagaimana mencegah kehancuran diri sendiri atau keputusan. Dia yang melahirkan Sabda Allah, tahu bahwa anak-anaknya ditetapkan dan ditentukan untuk dilahirkan kembali ke dalam kepenuhan hidup.
4. Ucapan Kempat :
“Allah-Ku ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (mat 27 :46)
Pada saat-saat terakhir menjelang ajal-Nya, Yesus berteriak menggeliat mengucapkan kata-kata yang paling ngeri dan menakutkan dalam Kitab Suci. Yesus sama sekali ditinggalkan oleh para murid yang paling dekat dengan-Nya, bahkan kedekatan yang rukun meliputi daerah sekitearnya melukiskan kesuraman dari hari yang sangat menakutkan itu. Pada salib Yesus terjungkal/terbenam ke dalam derita yang paling dalam baik secara fisik maupun secara emosional. Ia berteriak dari kedalaman pengalaman-Nya sendiri terbuang dan ditinggalkan Seruan dan pekikan mengungkapkan perasaan-Nya, bagaimana Ia dibuang dan ditinggalkan sama sekali, bahkan Bapa-Nya sendiri seolah-olah menyembunyikan wajah-Nya.
Dalam penderitaan dan kesusahan-Nya, Yesus memilih kata-kata dari Mazmur 22, keluh kesah bangsa Israel yang paling kuat dan dahsyat. Sebagai seorang Yahudi yang saleh, Yesus hafal bentuk kata-kata dari Mazmur. Dan kata-kata itu dari Mazmur akan muncul/timbul dengan sendirinya dalam pikiran untuk mengungkapkan keluh-kesah, pujian, kemarahan, kepercayaan, syukur atau pengharapan. Matius dan Markus menyampaikan pada kita baris-baris pembukaan dari Mazmur dalam bahasa Ibrani, bahasa dari doa Yesus(Mat 27 :46), dan bahasa Aram, bahasa dari khotbah Yesus (Mrk 15 :34). Kita dapat menyimpulkan, bahwa Yesus mendoakan seluruh Mazmur menjelang hembusan nafas teakhir-Nya Mazmur diawali dengan mengungkapkan nasib seseorang yang ditinggalkan dan terbuang, dan lalu dilanjutkan dengan menungkapkan kepercayaan kepada kesetiaan Allah. Mazmur itu tidak berakhir dalam kemenangan dan pembasan. Karena bagi Yesus doa terkhir ini adalah suatau ungkapan dari iman dan bukannya kepedihan atau putus asa.
Dalam menanggung konsekuensi dari dosa-dosa umat manusia, Yesus menglami akibat dosa yang paling buruk, yaitu pengalaman manusia yang ditinggalkan Allah. Namun perasaan mnusia bahwa terpisah dari Allah itu bukanlah seluruh kenyataan yang sebnarnya; yang benar ialah bahwa Allah tidak pernah akan meninggalkan kita. Dalam kegelapan pada hari itu di atas bukit Gogota, cahaya terang, dunia ini tertutup, tetapi bukan padam dari kegelapan, seseorang yang beriman dan percaya, tahu bahwa dating melalui kegelapan/kepekatan yang luar biasa, maka kita dapat percaya, bahwa apabila kita merasa dibuang dan ditinggalkan, Allah bersama kita dan ingin membawa kita dan menghantar kita keseberang (ketepi yang lain), Kebahagiaan.
5. Ucapan Kelima :
Dalam penderitaan dan kesusahan-Nya, Yesus memilih kata-kata dari Mazmur 22, keluh kesah bangsa Israel yang paling kuat dan dahsyat. Sebagai seorang Yahudi yang saleh, Yesus hafal bentuk kata-kata dari Mazmur. Dan kata-kata itu dari Mazmur akan muncul/timbul dengan sendirinya dalam pikiran untuk mengungkapkan keluh-kesah, pujian, kemarahan, kepercayaan, syukur atau pengharapan. Matius dan Markus menyampaikan pada kita baris-baris pembukaan dari Mazmur dalam bahasa Ibrani, bahasa dari doa Yesus(Mat 27 :46), dan bahasa Aram, bahasa dari khotbah Yesus (Mrk 15 :34). Kita dapat menyimpulkan, bahwa Yesus mendoakan seluruh Mazmur menjelang hembusan nafas teakhir-Nya Mazmur diawali dengan mengungkapkan nasib seseorang yang ditinggalkan dan terbuang, dan lalu dilanjutkan dengan menungkapkan kepercayaan kepada kesetiaan Allah. Mazmur itu tidak berakhir dalam kemenangan dan pembasan. Karena bagi Yesus doa terkhir ini adalah suatau ungkapan dari iman dan bukannya kepedihan atau putus asa.
Dalam menanggung konsekuensi dari dosa-dosa umat manusia, Yesus menglami akibat dosa yang paling buruk, yaitu pengalaman manusia yang ditinggalkan Allah. Namun perasaan mnusia bahwa terpisah dari Allah itu bukanlah seluruh kenyataan yang sebnarnya; yang benar ialah bahwa Allah tidak pernah akan meninggalkan kita. Dalam kegelapan pada hari itu di atas bukit Gogota, cahaya terang, dunia ini tertutup, tetapi bukan padam dari kegelapan, seseorang yang beriman dan percaya, tahu bahwa dating melalui kegelapan/kepekatan yang luar biasa, maka kita dapat percaya, bahwa apabila kita merasa dibuang dan ditinggalkan, Allah bersama kita dan ingin membawa kita dan menghantar kita keseberang (ketepi yang lain), Kebahagiaan.
5. Ucapan Kelima :
“Aku haus”(Yoh 19 :28)
Semua kata-kat dalam Kitab Suci, terutama dari Injil Yohanes mempunyai beberepa arti. Yesus meneriakan kata-kata inidari salib, karena secara fisik Ia merasa amat sangat haus dan didera kekeringan selama bergulat dengan maut. Tetapi lebih daripada itu kata-kat ini mempunyai arti yang lebih mendalam dan penuh misteri. Injil memberikan kepada kita suatu syarat mengenai pengertian-pengertian ini, ketika Yohanes berkata, bahwa Yesus mengungkapkan kata-kata ini supaya terpenuhi apa yang dikatakan dalam Kitab Suci. Mazmur 33 berbicara mengenai kegetiran sesorang yang sedang menderita. “Kekuatanku kering seperti beling dan lidahku melekat pada langitlangit mulutku.”(Mzm 22 :16). Dalam Mazmur 69 terdengarlah lagi teriakan/pekik kesengsaraaan yang lain. “Dan pada waktu aku haus, mereka memberikanku minum anggur asam.”(Mzm 69 :22). Minum anggur asam yang disiapkan oleh serdadu adalah pemenuhan yang melengkapi Kitab Suci dan mengatakan penyelesaian tugas-Nya diatas Bumi. Di dalam taman Getsemani, Yesus berketetapan untuk tidak melenceng/membelok dari perutusan yang diberikan kepada-Nya: “Bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?” (Yoh 18 :11). Memenuhi kehendak Bapa adalah kehausan-Nya; inilah cawan adalah kematian Yesus yang menyelamatkan Inilah cawan, yang dalam ketiga Injil, Yesus berdoa dalam taman agar lewat dari pada-Nya. Akan tetapi justru diatas salib Yesus ditetapkan untuk minum dari cawan kematian-Nya, karena tindakan terakhir dari cinta kasih ini menyatakan cinta kasih Allah yang membawa penebusan. Kehausan Yesus yang sangat menggetirkan ini adalah untuk melengkapi janji Allah dalam Kitab Suci dan untuk memenuhi tugas perutusan-Nya.
Kehausan Yesus diatas salib, hendaknya juga menjadi kehausan kita. Apakah kehausan yang paling mengetirkan dalam diri kita? Ketika Yesus berbicara dengan wanita Samaria di sumur Yakub dia berkata,”Barang siapa yang minum air yang akan Ku-berikan kepadnya, ia tidak akan haus untuk selam-lamanya” sebaliknya air yang akan Ku-berikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai kepada kehidupan kekal (Yoh 4 :14). Pada hari raya pesta besar di Yerusalem, Yesus berkata kepada orang-orang yang berkumpul :”Barangsiapa haus baiklah ia dating kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci; dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air Hidup.”(Yoh 7 :37)
Allah sendirilah ayng dpat memuaskan kehausan kita ayng paling dalam. Marilah kita merasa haus akan Rahmat, akan beklaskasihan dan sukacita karena pancaran mata air adalah cinta Allah di dalam kita.
6. Ucapan Keenam :
Kehausan Yesus diatas salib, hendaknya juga menjadi kehausan kita. Apakah kehausan yang paling mengetirkan dalam diri kita? Ketika Yesus berbicara dengan wanita Samaria di sumur Yakub dia berkata,”Barang siapa yang minum air yang akan Ku-berikan kepadnya, ia tidak akan haus untuk selam-lamanya” sebaliknya air yang akan Ku-berikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai kepada kehidupan kekal (Yoh 4 :14). Pada hari raya pesta besar di Yerusalem, Yesus berkata kepada orang-orang yang berkumpul :”Barangsiapa haus baiklah ia dating kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci; dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air Hidup.”(Yoh 7 :37)
Allah sendirilah ayng dpat memuaskan kehausan kita ayng paling dalam. Marilah kita merasa haus akan Rahmat, akan beklaskasihan dan sukacita karena pancaran mata air adalah cinta Allah di dalam kita.
6. Ucapan Keenam :
“Sudah selasai”(Yoh 19 :30)
Sabda terakhir Yesus dalam Injil Yohanes bukanlah suatu teriakan kerena siksaan/penganiayaan atau karena penolakan, melainkan suatu teriakan/pekik kemenangan. Kata ini diterjemahkan “Telah Selesai” secara harafiah berarti “Sempurna”(Tuntas) dan kata-kata Yesus pada saat menjelang kematian-Nya sebaiknya diingat sebagai “Telah Selesai/Terpenuhi”!
Sesuai menyelesaikan tugas perutusan-Nya, yaitu membawa keselamatan kepada Umat Allah, Yesus tahu dengan juaminan/kepastian yang mulia, bahwa tibalah saatnya, itulah saat-nya untuk mati. Sekarang Yesus menyempurnakan karya yang telah diberikan oleh Bapa kepada-Nya. Di atas salib Ia meminum dari piala yang diberikan kepada-Nya sebagai suatu Komunitas baru terdiri dari ibu dan murid. Yohanes memperkuat penyempurnaan ini ketika Ia menundukkan kepala dan menyerahkan roh-Nya.
Manyerhkan roh-Nya tidak hanya berarti bahwa Yesus Mati. Secara harafiah kata itu berarti “mempersembahkan, menyerahkan, mempercayakan.” Pada saat kematian Yesus Roh kepada Komunitas baru yang dibentuk-Nya dibawah salib, Pada saat Yesus wafat lahirlah Gereja.
Pandangan Yesus yang menyakinkan tetang kematian-Nya sendiri sebagai pemenuhan dan kelengkapan seluruh hidup-Nya, kiranya dapat mengilhami dan mendorong kita untuk hidup dan mati seperti itu/dengan cara yang sama, sehingga pada saat ajal kita dapat tersenyum smentara tiap orang di sekitar kita menangis.
7. Ucapan Ketujuh :
Sesuai menyelesaikan tugas perutusan-Nya, yaitu membawa keselamatan kepada Umat Allah, Yesus tahu dengan juaminan/kepastian yang mulia, bahwa tibalah saatnya, itulah saat-nya untuk mati. Sekarang Yesus menyempurnakan karya yang telah diberikan oleh Bapa kepada-Nya. Di atas salib Ia meminum dari piala yang diberikan kepada-Nya sebagai suatu Komunitas baru terdiri dari ibu dan murid. Yohanes memperkuat penyempurnaan ini ketika Ia menundukkan kepala dan menyerahkan roh-Nya.
Manyerhkan roh-Nya tidak hanya berarti bahwa Yesus Mati. Secara harafiah kata itu berarti “mempersembahkan, menyerahkan, mempercayakan.” Pada saat kematian Yesus Roh kepada Komunitas baru yang dibentuk-Nya dibawah salib, Pada saat Yesus wafat lahirlah Gereja.
Pandangan Yesus yang menyakinkan tetang kematian-Nya sendiri sebagai pemenuhan dan kelengkapan seluruh hidup-Nya, kiranya dapat mengilhami dan mendorong kita untuk hidup dan mati seperti itu/dengan cara yang sama, sehingga pada saat ajal kita dapat tersenyum smentara tiap orang di sekitar kita menangis.
7. Ucapan Ketujuh :
“Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu, kuserakan nyawa-Ku” (Luk 23 :46)
Sering dalam Injil Lukas, Yesus mengajarkan para murid-Nya tetang doa dan memberikan mereka contoh dari doa-Nya sendiri kepada Bapa. Tetapi sekali dalam Injil ini, kata-kata sakti Yesus menjelang wafat ini diucapakan dalam bentuk doa. Biarpun dalam sakratulmaut, Yesus memberikan kesaksian mengenai kuasa Allah yang menolong. Ia wafat penuh kepercayaan dan pasrah menyerahkan hidup-Nya kepada Bapa/ke dalam tangan Bapa. Kata-kata dari doa terakhir Yesus ini diambil/dikutip dari Mzm 31 Doa-doa lain yang penuh daya dan kekuatan, yang terdapat dalam Injil. Kita dapat mengandaikan bahwa Yesus mengenal dan menghafal betul Mazmur ini dan bahwa Ia mengalami dan merasakan damai dalam banyak baitnya, termasuk versi yang dikutip Lukas sebagai kata-katanya yang terakhir. Mazmur adalah doa kepercayaan, keluh-kesah dan syukur. Ia mengungkapakan pasang surut situasi emosional yang paling sulit dari seseorang yang mengalami stress, terombang-ambing dari ketakutan kepada kepercayaan lalu kepada syukur. Dalam Mazmur kita menyaksikan kehadiran Allah yang paling dalam dengan seseorang yang merasa “sebagai seseorang yang mati….. bagaikan sebuah belanga yang pecah.”
Ketika itu para lawan/musuh sekongkol untuk melawan-Nya dan berencana untuk membunuh-Nya (Mzm 31 : 11-13). Seorang penderita mengelami Allah sebagai suatu “Benteng/Batu karang perlindungan…. Suatu benteng yang kuat.” Ia sadar bahwa Allah paling dekat dan hadir, meski Ia kelihatannya tidak ada, orang yang menderita sanggup menyerahkan dirinya ke dalam tangan Allah. (Mzm 31 :6)
Ketika itu para lawan/musuh sekongkol untuk melawan-Nya dan berencana untuk membunuh-Nya (Mzm 31 : 11-13). Seorang penderita mengelami Allah sebagai suatu “Benteng/Batu karang perlindungan…. Suatu benteng yang kuat.” Ia sadar bahwa Allah paling dekat dan hadir, meski Ia kelihatannya tidak ada, orang yang menderita sanggup menyerahkan dirinya ke dalam tangan Allah. (Mzm 31 :6)
Sabda yesus ini adalah bagian dari doa malam tradisi Gereja, Setiap malam kita menyerahkan roh kita kepada Allah. Malalui kata-kata pemazmur, Yesus mendorong dan menguatkan kita untuk “Mencinati Allah…. Menjadi kuat dan biarkanlah hatimu dikuatkan, semua kamu yang menantikan Allah”(Mzm 31 :23-24)
11. Sharing "Manusia krisi Kasih dan Harapan"
Kekurangannya KASIH dan HARAPAN menyebabkan penurunan KELAHIRAN
Oleh Ludwig Ring-Eifel
Ave Maria : No AM-41
Dalam siding parlemen lengkap yang diadakan oleh Akademi Pontifical Ilmu Sosial tahun lalu, Paus Benedictus XVI mengatakan kuangnya kasih dan harapan menyebabkan penurunan tingkat kelahiran yang berakibat penuaan masyarakat terutama di Negara berkembang. Tema macam itu, ditunjukan kepada para ilmuawan, yaitu “Masa Musda Lenyap? Solidaritas bersama anak-anak dan kaum muda dalam zaman yang bergejolak”.
Dalam pesannya, ditulis dalam bahasa Inggris, Bapa Suci memberi cataatn “Tanda-tanda demografi tertentu dengan jelas menunjukan betapa pentingnya kebutuhan akan refleksi kritis dalam lingkungan ini…” “Kita menyaksikan dalam lingkup luas, khususnya di Negara berkembang, dua gejala signifikan yang saling berhubungan satu sama lain di satu pihak meningkatnya harapan hidup dan di lain pihak penurunana tinggkat kelahiran.”
Bapa Suci menggarisbawahi, “ sebagai masyarakat yang bertumbuh dewasa, banyak bangsa atau kelompok bangsa kekurangan kaum muda untuk memperbaharui populasi mereka.” Dalam pesannya, Bapa Suci mengakui bahwa situasi ini adalah “Merupakan akibat yang beragam dan kompleks, seringkali keadaan ekonomi dan social.” Namun akar permasalahan dapat dilihat sebagai moral dan spiritual yang berhubungan pada gangguan kekurngan iman, harapan dan sudah tentu, kasih.”
Tulis Benedictus XVI. Sebagai Uskup Roma, “Melahirkan anak-anak ke dunia memerlukan cinta diri yang dipenuhi oleh kasih agape yang kreatif, berakar dari kemurahan hati dan ditandai oleh kepercayaan dan harapan masa mendatang; Sacara alamiah kasih bergantung pada keabadian, “ katanya, menunjukan enskliknya, “Deus Caritas Est”.
“Mungkin kekurangan kasih yang kreatif dan pamrih yang demikian adalah alas an mengapa saat ini banyak pasangan memilih untuk tidak menikah, mangapa banyak pernikahan yang gagal, dan mengapa tingkat kelahiran secara signifikan menurun,” Bapa Suci menyatakan. Faktanya, Bapa Suci mengakui bahwa seringkali “anak-anak dan kaum muda “ adalah” yang pertama mengalami konsekuensi dari kekurangan kasih dan harapan ini. Seringkali, daripada mengasihi dan menyayangi, mereka malahan merasa hanya perlu mengetahuinya.
“Dalam zaman yang bergejolak mereka seringkali kekurangan bimbingan moral yang cukup dari dinia kaum dewasa, yang berakibat pada kerusakan perkembangan intelektual dan spiritualnya.”
Dengan jalan ini, Benedictus XVI melanjutkan,
“Banyak anak-anak tumbuh dalam masyarakat yang melupakan Allah dan kewibawaan lahiriah dari makhluk hidup yang diciptakan dalam rupa Allah.” “Dalam dunia yang dibentuk oleh proses akselerasi globalisasi, mereka sering dijejali pandangan meterialis dari alam semesta, dari kehidupan dan kepenuhan manusia, “ Paus menyatakan. Anak-anak dan kaum muda “diatas segalanya, memerlukan bimbingan kea rah kasih dan dikembangkan dalam ekologi manusia yang sehat, dimana mereka dapat menyadari bahwa mereka dating ke dunia ini bukan secara kebetulan, namun melalui anugerah yang merupakan bagian dari rencana Allah,” tambah Bapa Suci.
Beliau melanjutkan, “Orangtua, Pendidikan dan Pemimpin Komunitas, bila mereka setia pada panggilannya masing-masing, tidak pernah dapat memungkiri tugasnya untuk membimbing anak-anak kaum muda untuk memilih kehidupannya menuju kebahagiaan sejati, dimana ia mampu membedakan kebenaran dan kepalsuan, kebaikan dan kejahatan, keadilan dan ketidakadilan, dunia sejati dan dunia “realitas virtual”
“Bila kebebasan yang demikian telah berkurang atau langka, kaum muda akan mengalami frustasi dan menjadi tak mampu menunjukan kemurhan hati, yang akan memberi nilai tambah padanya baik sebagai pribadi, maupun anggota masyarakat.”
Oleh Ludwig Ring-Eifel
Ave Maria : No AM-41
Dalam siding parlemen lengkap yang diadakan oleh Akademi Pontifical Ilmu Sosial tahun lalu, Paus Benedictus XVI mengatakan kuangnya kasih dan harapan menyebabkan penurunan tingkat kelahiran yang berakibat penuaan masyarakat terutama di Negara berkembang. Tema macam itu, ditunjukan kepada para ilmuawan, yaitu “Masa Musda Lenyap? Solidaritas bersama anak-anak dan kaum muda dalam zaman yang bergejolak”.
Dalam pesannya, ditulis dalam bahasa Inggris, Bapa Suci memberi cataatn “Tanda-tanda demografi tertentu dengan jelas menunjukan betapa pentingnya kebutuhan akan refleksi kritis dalam lingkungan ini…” “Kita menyaksikan dalam lingkup luas, khususnya di Negara berkembang, dua gejala signifikan yang saling berhubungan satu sama lain di satu pihak meningkatnya harapan hidup dan di lain pihak penurunana tinggkat kelahiran.”
Bapa Suci menggarisbawahi, “ sebagai masyarakat yang bertumbuh dewasa, banyak bangsa atau kelompok bangsa kekurangan kaum muda untuk memperbaharui populasi mereka.” Dalam pesannya, Bapa Suci mengakui bahwa situasi ini adalah “Merupakan akibat yang beragam dan kompleks, seringkali keadaan ekonomi dan social.” Namun akar permasalahan dapat dilihat sebagai moral dan spiritual yang berhubungan pada gangguan kekurngan iman, harapan dan sudah tentu, kasih.”
Tulis Benedictus XVI. Sebagai Uskup Roma, “Melahirkan anak-anak ke dunia memerlukan cinta diri yang dipenuhi oleh kasih agape yang kreatif, berakar dari kemurahan hati dan ditandai oleh kepercayaan dan harapan masa mendatang; Sacara alamiah kasih bergantung pada keabadian, “ katanya, menunjukan enskliknya, “Deus Caritas Est”.
“Mungkin kekurangan kasih yang kreatif dan pamrih yang demikian adalah alas an mengapa saat ini banyak pasangan memilih untuk tidak menikah, mangapa banyak pernikahan yang gagal, dan mengapa tingkat kelahiran secara signifikan menurun,” Bapa Suci menyatakan. Faktanya, Bapa Suci mengakui bahwa seringkali “anak-anak dan kaum muda “ adalah” yang pertama mengalami konsekuensi dari kekurangan kasih dan harapan ini. Seringkali, daripada mengasihi dan menyayangi, mereka malahan merasa hanya perlu mengetahuinya.
“Dalam zaman yang bergejolak mereka seringkali kekurangan bimbingan moral yang cukup dari dinia kaum dewasa, yang berakibat pada kerusakan perkembangan intelektual dan spiritualnya.”
Dengan jalan ini, Benedictus XVI melanjutkan,
“Banyak anak-anak tumbuh dalam masyarakat yang melupakan Allah dan kewibawaan lahiriah dari makhluk hidup yang diciptakan dalam rupa Allah.” “Dalam dunia yang dibentuk oleh proses akselerasi globalisasi, mereka sering dijejali pandangan meterialis dari alam semesta, dari kehidupan dan kepenuhan manusia, “ Paus menyatakan. Anak-anak dan kaum muda “diatas segalanya, memerlukan bimbingan kea rah kasih dan dikembangkan dalam ekologi manusia yang sehat, dimana mereka dapat menyadari bahwa mereka dating ke dunia ini bukan secara kebetulan, namun melalui anugerah yang merupakan bagian dari rencana Allah,” tambah Bapa Suci.
Beliau melanjutkan, “Orangtua, Pendidikan dan Pemimpin Komunitas, bila mereka setia pada panggilannya masing-masing, tidak pernah dapat memungkiri tugasnya untuk membimbing anak-anak kaum muda untuk memilih kehidupannya menuju kebahagiaan sejati, dimana ia mampu membedakan kebenaran dan kepalsuan, kebaikan dan kejahatan, keadilan dan ketidakadilan, dunia sejati dan dunia “realitas virtual”
“Bila kebebasan yang demikian telah berkurang atau langka, kaum muda akan mengalami frustasi dan menjadi tak mampu menunjukan kemurhan hati, yang akan memberi nilai tambah padanya baik sebagai pribadi, maupun anggota masyarakat.”
10. Sharing "Orang-orang Suci dari Carmelit"
Pencobaan yang harus ditanggung oleh orang yang akan sampai pada tingkat ini
("transforming union") jumlahnya tiga, yakni:
Pencobaan dan kesedihan, ketakutan dan kesukaran dari pihak duni dengan banyak cara;Pencobaan dan kekendoran serta kesedihan di dalam keinderawiannya;Siksaan, kegelapan, kesusahan, kesepian, godaan dan kesusahan lain, di dalam roh.
Dengan demikian ia dimurnikan di tingkat rohani dan inderawi.Minuman keras yang mahal harganya hanya dituangkan dalm tong kuat yang disiapkan dan dibersihkan baik-baik.
Persatuan yang amat luhur ini hanya dapat diterima jiwa yang diperkuat oleh kesusahan dan godaan, dan dibersihkan oleh pencobaan, kegelapan, dan kesesakan.
Orang memperoleh keutamaan, kekuatan, dan kesempurnaan di dalam kepahitan, karena "dalam kelemahanlah keutamaan menjadi sempurna" (bdk. 2 Kor 12:9) dan dalam penderitaan diwujudkan.Sumber : Nyala Cinta yang Hidup – St. Yohanes dari Salib
Orang dapat menanggung segala-galanya asal ia memiliki Kristus Yesus yang diam di dalam hatinya sebagai Sahabat dan Penuntun penuh cinta.St. Teresa Avila, otobiografi.
Supaya dapat memiliki segalanya, jangan memiliki sesuatupun juga.Supaya dapat menjadi segala, jangan ingin menjadi apapun juga.Supaya dapat mengetahui segala sesuatu, jangan ingin mengetahui apapun juga.Bila engkau berpaling pada sesuatu, engkau berhenti mengarah kepada Yang Segala.Sebab supaya dapat pergi dari segala ke Segala, harus kautinggalkan dirimu seluruhnya dalam segala.Dan bila engkau sampai memiliki segala, engkau harus memilikinya tanpa menginginkan sesuatupun.Dalam kelepasan ini, roh menemukan istirahat dan damai.Tetapi bila ia menginginkan sesuatu, pada saat itu juga ia menjadi letih dan kuatir.(Mendaki Gunung Karmel I)Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
Berusahalah agar engkau selalu cenderung:Bukan untuk yang paling mudah, tetapi untuk yang paling sukar;Bukan untuk yang paling nikmat, tetapi untuk yang paling hambar;Bukan untuk yang paling memuaskan, tetapi untuk yang paling tidak menyenangkan;Bukan untuk apa yang memberi istirahat bagimu, tetapi untuk apa yang berarti kerja keras;Bukan untuk apa yang paling memberikan penghiburan, tetapi untuk yang paling menjemukan;Bukan untuk yang paling besar, tetapi untuk yang paling kecil;Bukan untuk yang paling luhur dan berharga, tetapi untuk yang paling rendah dan remeh;Bukan untuk menginginkan sesuatu, tetapi untuk tidak menginginkan apa-apa;Janganlah mencari barang-barang duniawi yang paling baik tetapi yang paling jelek;Pupuklah kerinduan untuk masuk ke dalam kehampaan, kekosongan, dan kemiskonan yang total dalam segala sesuatu yang menyangkut barang-barang dunia ini.Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
Pertama, hendaklah mengambil keputusan yang tetap untuk mengikuti Kristus dalam segala tindakanmu dengan menyesuaikan hidupmu dengan hidupNya. Karena itu engkau harus mempelajari hidupNya, agar engkau tahu bagaimana cara mengikuti Dia dan dalam segala peristiwa bertindak dan bersikap seperti yang akan dilakukanNya.Kedua, supaya berhasil dalam hal mengikuti Kristus ini, tanggalkanlah dan tinggallah kosong terhadap segala kepuasan inderawi jika semuanya itu bukan semata-mata untuk kehormatan dan kemuliaan Allah. Lakukanlah hal ini demi cinta kepada Yesus Kristus. Di dalam hidupNya Dia tidak memiliki kepuasan lain dan juga tidak menginginkan apa pun, kecuali dalam hal menjalankan kehendak BapaNya, yang disebut sebagai makananNya (Yoh 4:34).Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
Segala keindahan makhluk dibandingkan dengan keindahan Allah adalah kejelekan total. Segala keagungan dan keluhuran makhluk dibandingkan keagungan dan keluhuran Allah adalah kekotoran dan kekasaran belaka. Segala kebijaksanaan dunia ini dibandingkan dengan kebijaksaan Allah adalah kebodohan belaka (1Kor 3:19). Karena itu hanya mereka yang mengesampingkan segala pengetahuannya dan berjalan dalam pengabdian Allah seperti anak-anak yang tidak tahu apa-apa, akan menerima kebijaksanaan Allah (Mendaki Gunung Karmel I,4, 4-5).Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
Kelepasan itu hanya mungkin bila orang telah lebih dahulu terbakar oleh api cinta kasih ilahi. Pengosongan tersebut sesungguhnya bukan lain daripada tuntutan cinta kasih yang mau melepaskan diri dari segala ikatan yang menjadi penghalang antara dia dan Sang Kekasih Ilahi.Segala sesuatu harus ditinggalkan dan dilepaskan. Semua keinginan harus ditanggalkan, karena keinginan-keinginan itu menghambat manusia dalam perjalanannya kepada Allah.Hanya keinginan akan Allah saja yang diperbolehkan, namun keinginan akan Allah itu pun hanya boleh melalui iman, harapan, dan cinta kasih.Yang menjadi soal sebenarnya bukan hal memiliki barang-barang duniawi, tetapi kelekatan dan keinginan yang tidak teratur akan hal itulah yang menghambat.Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
Dalam gambar yang dibuatnya yang melukiskan pendakian Gunung Karmel, kita melihat suatu kontras antara jalan yang menuju ke puncak dan jalan sampingan yang merupakan jalan buntu. Di situ dilukiskan dua jalan dari roh yang tidak sempurna: Yang satu ingin memiliki barang-barang bersifat duniawi, yaitu milik, kesenangan, pengetahuan, hiburan, istirahat, yang akhirnya menuju kepada jalan buntu.Yang lain juga dari roh yang tidak sempurna, ingin memiliki barang-barang surgawi dan tampaknya rohani, namun sesungguhnya sama saja tidak sempurnanya, karena mengejarnya dengan semangat pemilikan yang akhirnya juga menuju jalan buntu. Barang-barang rohani itu ialah kemuliaan, kesenangan, pengetahuan, hiburan, distirahat.Sebaliknya, jalan yang menuju ke puncak gunung ialah jalan kekosongan; kosong, kosong, kosong, dan di atas gunung juga kosong. Tetapi justru jalan inilah yang membawa orang ke puncak dimana tersedia baginya segala sesuatu yang dapat diharapkan orang. Todo-nada : segalanya kosong.Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
("transforming union") jumlahnya tiga, yakni:
Pencobaan dan kesedihan, ketakutan dan kesukaran dari pihak duni dengan banyak cara;Pencobaan dan kekendoran serta kesedihan di dalam keinderawiannya;Siksaan, kegelapan, kesusahan, kesepian, godaan dan kesusahan lain, di dalam roh.
Dengan demikian ia dimurnikan di tingkat rohani dan inderawi.Minuman keras yang mahal harganya hanya dituangkan dalm tong kuat yang disiapkan dan dibersihkan baik-baik.
Persatuan yang amat luhur ini hanya dapat diterima jiwa yang diperkuat oleh kesusahan dan godaan, dan dibersihkan oleh pencobaan, kegelapan, dan kesesakan.
Orang memperoleh keutamaan, kekuatan, dan kesempurnaan di dalam kepahitan, karena "dalam kelemahanlah keutamaan menjadi sempurna" (bdk. 2 Kor 12:9) dan dalam penderitaan diwujudkan.Sumber : Nyala Cinta yang Hidup – St. Yohanes dari Salib
Orang dapat menanggung segala-galanya asal ia memiliki Kristus Yesus yang diam di dalam hatinya sebagai Sahabat dan Penuntun penuh cinta.St. Teresa Avila, otobiografi.
Supaya dapat memiliki segalanya, jangan memiliki sesuatupun juga.Supaya dapat menjadi segala, jangan ingin menjadi apapun juga.Supaya dapat mengetahui segala sesuatu, jangan ingin mengetahui apapun juga.Bila engkau berpaling pada sesuatu, engkau berhenti mengarah kepada Yang Segala.Sebab supaya dapat pergi dari segala ke Segala, harus kautinggalkan dirimu seluruhnya dalam segala.Dan bila engkau sampai memiliki segala, engkau harus memilikinya tanpa menginginkan sesuatupun.Dalam kelepasan ini, roh menemukan istirahat dan damai.Tetapi bila ia menginginkan sesuatu, pada saat itu juga ia menjadi letih dan kuatir.(Mendaki Gunung Karmel I)Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
Berusahalah agar engkau selalu cenderung:Bukan untuk yang paling mudah, tetapi untuk yang paling sukar;Bukan untuk yang paling nikmat, tetapi untuk yang paling hambar;Bukan untuk yang paling memuaskan, tetapi untuk yang paling tidak menyenangkan;Bukan untuk apa yang memberi istirahat bagimu, tetapi untuk apa yang berarti kerja keras;Bukan untuk apa yang paling memberikan penghiburan, tetapi untuk yang paling menjemukan;Bukan untuk yang paling besar, tetapi untuk yang paling kecil;Bukan untuk yang paling luhur dan berharga, tetapi untuk yang paling rendah dan remeh;Bukan untuk menginginkan sesuatu, tetapi untuk tidak menginginkan apa-apa;Janganlah mencari barang-barang duniawi yang paling baik tetapi yang paling jelek;Pupuklah kerinduan untuk masuk ke dalam kehampaan, kekosongan, dan kemiskonan yang total dalam segala sesuatu yang menyangkut barang-barang dunia ini.Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
Pertama, hendaklah mengambil keputusan yang tetap untuk mengikuti Kristus dalam segala tindakanmu dengan menyesuaikan hidupmu dengan hidupNya. Karena itu engkau harus mempelajari hidupNya, agar engkau tahu bagaimana cara mengikuti Dia dan dalam segala peristiwa bertindak dan bersikap seperti yang akan dilakukanNya.Kedua, supaya berhasil dalam hal mengikuti Kristus ini, tanggalkanlah dan tinggallah kosong terhadap segala kepuasan inderawi jika semuanya itu bukan semata-mata untuk kehormatan dan kemuliaan Allah. Lakukanlah hal ini demi cinta kepada Yesus Kristus. Di dalam hidupNya Dia tidak memiliki kepuasan lain dan juga tidak menginginkan apa pun, kecuali dalam hal menjalankan kehendak BapaNya, yang disebut sebagai makananNya (Yoh 4:34).Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
Segala keindahan makhluk dibandingkan dengan keindahan Allah adalah kejelekan total. Segala keagungan dan keluhuran makhluk dibandingkan keagungan dan keluhuran Allah adalah kekotoran dan kekasaran belaka. Segala kebijaksanaan dunia ini dibandingkan dengan kebijaksaan Allah adalah kebodohan belaka (1Kor 3:19). Karena itu hanya mereka yang mengesampingkan segala pengetahuannya dan berjalan dalam pengabdian Allah seperti anak-anak yang tidak tahu apa-apa, akan menerima kebijaksanaan Allah (Mendaki Gunung Karmel I,4, 4-5).Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
Kelepasan itu hanya mungkin bila orang telah lebih dahulu terbakar oleh api cinta kasih ilahi. Pengosongan tersebut sesungguhnya bukan lain daripada tuntutan cinta kasih yang mau melepaskan diri dari segala ikatan yang menjadi penghalang antara dia dan Sang Kekasih Ilahi.Segala sesuatu harus ditinggalkan dan dilepaskan. Semua keinginan harus ditanggalkan, karena keinginan-keinginan itu menghambat manusia dalam perjalanannya kepada Allah.Hanya keinginan akan Allah saja yang diperbolehkan, namun keinginan akan Allah itu pun hanya boleh melalui iman, harapan, dan cinta kasih.Yang menjadi soal sebenarnya bukan hal memiliki barang-barang duniawi, tetapi kelekatan dan keinginan yang tidak teratur akan hal itulah yang menghambat.Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
Dalam gambar yang dibuatnya yang melukiskan pendakian Gunung Karmel, kita melihat suatu kontras antara jalan yang menuju ke puncak dan jalan sampingan yang merupakan jalan buntu. Di situ dilukiskan dua jalan dari roh yang tidak sempurna: Yang satu ingin memiliki barang-barang bersifat duniawi, yaitu milik, kesenangan, pengetahuan, hiburan, istirahat, yang akhirnya menuju kepada jalan buntu.Yang lain juga dari roh yang tidak sempurna, ingin memiliki barang-barang surgawi dan tampaknya rohani, namun sesungguhnya sama saja tidak sempurnanya, karena mengejarnya dengan semangat pemilikan yang akhirnya juga menuju jalan buntu. Barang-barang rohani itu ialah kemuliaan, kesenangan, pengetahuan, hiburan, distirahat.Sebaliknya, jalan yang menuju ke puncak gunung ialah jalan kekosongan; kosong, kosong, kosong, dan di atas gunung juga kosong. Tetapi justru jalan inilah yang membawa orang ke puncak dimana tersedia baginya segala sesuatu yang dapat diharapkan orang. Todo-nada : segalanya kosong.Sumber : Cita-Cita Rohani St. Yohanes Salib
9. Sharing "Arti sebuah Doa"
DOA MEMBUAT KITA MENGENAL DIRI
Doa adalah sarana untuk mengenal diri dalam terang keagungan Allah. Dalam terang-Nya kita melihat bahwa diri kita adalah manusia yang diciptakan menurut gambar dan citra-Nya. Dalam terang-Nya sekaligus kita melihat bahwa diri kita adalah gambaran Allah yang indah, namun dapat menjadi kabur, oleh karena noda dosa yang menutupi keindahan martabat kita sebagai citra-Nya. Di satu segi kita takjub akan keindahan jiwa kita yang diciptakan seturut citra-Nya, namun sekaligus juga ditemukan kehinaan, kepapaan, karena kesadaran bahwa dirinya adalah seorang pendosa di hadapan kekudusan-Nya.
Kita perlu mengenal keindahan, harta yang tersimpan dalam diri kita, yaitu kemampuan menjadi tempat tinggal Allah. Akan tetapi sekaligus harus membongkar apa yang menutup dan apa yang mengaburkan gambaran itu. Ia harus membongkar apa yang gelap, jahat, salah, keliru, apa yang berasal dari si jahat. Lalu Allah akan menyembuhkan, membaharui gambaran aslinya, sehingga ia dapat menjadi manusia baru seperti yang direncanakan oleh Tuhan. Carl Gustav Jung menerangkan peranan doa bagi pengenalan diri sebagai berikut :“Doa menciptakan hubungan antara dua pribadi si aku dan Engkau yang kekal. Hubungan ini memungkinkan manusia keluar dari dunia keakuannya, sambil melihat dirinya dari pihak orang lain. Biasanya orang hanya hidup di tingkat kesadaran, berkat doa ia dapat membuka jalan bagi yang tidak disadari. Jung menamakan doa “colloquium cum suo angelo bono” artinya wawancara dengan malaikat yang baik”. Ia mengerti doa sebagai wawancara dengan seseorang dengan yang di bawah sadarnya, yang dapat sangat membantu orang keluar dari dunia “aku kecil” yang masuk ke dalam dunia “DIRI”, inti kepribadiannya, yang menghubungkan yang sadar dengan yang di bawah sadar. “Allah dengan manusia”.
Menurut Jung ini amat perlu supaya seseorang menemukan identitasnya dan menjadi seorang pribadi yang utuh”.Akan tetapi bagi seorang Kristiani, pengenalan diri mempunyai arti lebih dalam daripada menjadi sadar akan yang di bawah sadar atau usaha mengenal bayangannya sendiri. Mengenal diri bagi kita berarti mengenal kedosaan sendiri. Di hadapan terang Allah saya mengenal diri saya sebagai seorang yang berdosa. Hati manusia yang berdoa akan mempertajam mata batin untuk melihat kenyataannya sendiri. Ia membentangkan hidupnya di hadapan Allah, agar Allah memberi pengertian tentang hidupnya. Tujuan doa tidak lain adalah perjumpaan dengan Allah. Manusia membuka hati, pikiran, perasaannya kepada Allah. Allah boleh melihatnya dari dekat, tanpa selubung, tanpa topeng, tanpa menipu diri sebab tiada yang tersembunyi di hadapan-Nya.
DOA MEMBUAT MANUSIA SEMAKIN LEMAH LEMBUT DAN RENDAH HATI
Dalam doa kita merenungkan rasa hati, peristiwa-peristiwa tertentu, dengan jujur meneliti perasaan yang timbul dalam hatinya. Misalnya bila kita dihina, disakiti hatinya, diperlakukan tidak adil, kita dapat merenungkan penghinaan dan pencemoohan itu untuk dapat melatih kesabaran, kelembutan hati kita, dengan bercermin pada hidup Yesus Putera Allah yang telah menjadi manusia, yang telah merendahkan diri, dan taat sampai wafat, sampai wafat di kayu salib (Flp. 2 : 5-11). Kita mau dengan rela dibentuk oleh Dia menjadi serupa dengan Diri-Nya. Dengan imajinasi iman, kita membayangkan bagaimana Yesus menghadapi peristiwa penyaliban : penghinaan, cemoohan, penganiayaan, bahkan kematian-Nya dengan semangat iman, harapan, dan cinta kepada Bapa-Nya demi keselamatan umat manusia yang dicintai-Nya. Dengan menyatukan semua derita, sengsara kita dengan sengsara-Nya, maka kita beroleh kekuatan dari Allah untuk menanggung semuanya bersama Dia dan dalam Dia, karena cinta-Nya menguatkan kita. Bila kita menyerahkan diri kepada-Nya dengan rendah hati, Allah dapat melindungi kita dari segala dosa, dan Allah dapat mengubah apa yang pahit menjadi kemanisan karena semuanya dapat ditanggung demi cinta kepada-Nya dan untuk penebusan umat manusia.
MENCINTAI SESAMA MELALUI DOA-DOA KITA
Dalam doa kita dapat berdoa bagi sesama kita. Doa untuk sesama adalah sarana yang subur untuk mengenal diri. Bila kita berdoa bagi orang lain, kita sudah tidak berusaha lagi untuk membenarkan diri, tetapi untuk melihat sesama dalam terang cahaya ilahi. Bila kita berdoa bagi sesama yang menghina saya, itu berarti sarana yang baik untuk mengenali penyakit saya sendiri. Bila kita berdoa untuk orang lain, hati kita berhubungan dengan semua orang, bahwa apa yang gelap dan buruk di dalam diri orang lain dan semua orang, juga ada pada kita sendiri. Bila kita mendoakan orang lain, kita sudah tidak berminat lagi untuk mempersalahkan orang lain, sebaliknya mengakui bahwa kita sendirilah yang bersalah. Orang yang berusaha melihat orang lain dalam terang Allah sebagai yang dicintai Allah, akan mampu mengenal hatinya sendiri. Doa membantu kita mengenal orang lain dengan lebih baik, dengan tidak menghukum, melainkan memahaminya, sehingga semakin berbelaskasih terhadap orang lain.
DOA SYUKUR MENJADIKAN HIDUP INI INDAH
Dengan bersyukur kepada Allah, hati kita dipenuhi oleh damai-Nya, kasih-Nya. Sebab dengan bersyukur kita menerima segala-galanya yang terjadi menurut kehendak Allah :* Yang manis dan yang pahit* Yang menarik dan yang tidak menarik* Yang menganggu atau tidak mengganggu* Yang berat atau yang ringan* Suka maupun dukaDengan bersyukur, kita mempercayakan segala-galanya kepada kebaikan Allah, karena rancangan-Nya adalah rancangan keselamatan, Dia selalu memberi yang terbaik bagi kita (Rm. 8 : 28). Kuasa ucapan syukur sungguh nyata, walaupun seringkali tidak masuk akal, mengucap syukur pada saat mengalami musibah, mengalami penderitaan, mengalami kesulitan, tantangan, tidak masuk akal. Namun bersyukur adalah suatu tindakan iman yang menghasilkan kekuatan, damai dan sukacita untuk menerima kehendak-Nya dengan sukarela dalam hidup kita (1 Tes. 5 : 16-18).
MERENUNGKAN FIRMAN ALLAH MENYEMBUHKAN HATI DAN MENJERNIHKAN PIKIRAN
Firman Allah adalah perlindungan melawan pikiran-pikiran buruk, yang mendesak hati manusia dan mau menariknya kepada yang jahat. Pikiran manusia seperti “munyuk/monyet”, selalu sibuk dengan sesuatu. Maka munyuk/monyet (pikiran kita) itu perlu diberi pekerjaan : yaitu merenungkan firman Allah. Maka pentinglah memenuhi pikiran kita dengan doa (Nama Yesus), atau dengan firman Allah. Bila kita ingat akan Allah, hidup di hadirat-Nya, maka tidak ada lagi tempat untuk pikiran buruk. Doa dan Firman Allah akan menyembuhkan pikiran kita. Pikiran manusia mempengaruhi hati kita. Bila pikiran kita dipenuhi oleh Firman dan kehadiran-Nya maka lambat laun kita akan merasakan keindahan Allah. Obat bagi pikiran buruk adalah doa dan Firman Allah.Misalnya bila pikiran kita dipenuhi oleh pikiran buruk akan orang lain maka kita dapat berdoa dengan mengucap syukur atas hal-hal yang positif dalam diri orang lain yang melukai kita. Kita membuka Kitab Suci dan merenungkan bahwa setiap orang adalah bait kudus Allah (1 Kor. 6 : 19-20). Allah bersemayam di kedalaman hati setiap orang, maka bila kita mencintai sesama berarti kita mencintai Allah yang berdiam di dalam dirinya. Bila kita menghina dia, berarti kita menghina Allah yang berdiam dalam dirinya, Allah yang telah menciptakan setiap orang sedemikian indahnya. Setiap manusia betapapun buruknya dan betapapun tak berdayanya (bahkan orang-orang lemah dan cacat), mereka semua membawa pesan dari Allah, sebab setiap manusia diciptakan oleh Allah dengan segala keunikannya, keberadaannya di dunia ini untuk menghadirkan cinta-Nya dan membawa kemuliaan-Nya. Manusia diciptakan oleh Allah untuk memuji dan menyembah Dia dengan seluruh keberadaannya, dengan seluruh jiwa raganya dan dengan segenap hatinya.
DOA MENJADIKAN KITA SERUPA DENGAN DIA
Dalam doa kita membiarkan diri direndam oleh lautan kasih-Nya, di dalam doa kita memasuki hati-Nya yang bernyala-nyala dengan cintakasih sehingga kita juga semakin dikobarkan oleh api kasih-Nya. Dalam doa kita membiarkan diri dibentuk dan diubah oleh Allah menjadi semakin serupa dengan Dia. Dalam doa kita menyerahkan diri pada hati-Nya yang Mahakudus. Agar ia semakin menguasai seluruh kepribadian kita, dan mengubahnya menjadi seperti Dia. Kita membiarkan diri diubah, sehingga kita melihat dengan mata-Nya, mendengar dengan telinga-Nya, berkata-kata dengan bibir-Nya, mengasihi dengan hati-Nya, memahami dengan pikiran-Nya, melayani menurut kehendak-Nya, dan mengabdikan seluruh diri kita kepada-Nya. Dalam doa kita membiarkan Roh Kudus memimpin dan menjiwai seluruh hidup kita, sehingga Roh Kuduslah yang menguasai seluruh kemampuan, tubuh, dan jiwa kita. Roh Kudus pula yang mengatur seluruh hasrat, perasaan, dan emosi kita. Begitu pula dengan kepandaian, pengertian, kehendak, ingatan kita. Dalam doa, Roh Kudus mencurahkan ramat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga kita juga semakin dapat bertumbuh dalam kebajikan-kebajikan : iman, harapan, dan kasih, serta semakin erat bersatu dengan Dia. Dalam doa kita berjumpa dengan Allah yang rindu merajai hati dan hidup kita. Semakin mendalam doa kita, Allah akan semakin hidup dalam diri kita seperti dikatakan oleh St. Paulus : “Aku hidup tetapi bukan aku lagi yang hidup melainkan Kristuslah yang hidup di dalam diriku.” (Gal. 2 : 20)
DOA MENGUBAH HIDUP KITA SEBAGAI MANUSIA BARU
Dalam Kitab Suci dinyatakan tentang hidup baru :* Allah telah memerdekakan kita (Rm. 6:18)* Kita telah diperdamaikan dengan Bapa (1 Yoh. 2 : 2)* Allah menganugerahi kita hidup yang berlimpah-limpah (Yoh. 10 : 10)* Allah telah mencurahkan Roh-Nya atas kita (Rm. 8 : 15)* Kita diberi pengampunan dosa (Yoh. 20 : 22-23)* Kita disucikan (1 Kor. 6 : 11), dan dibenarkan di hadapan Allah (Rm. 3 : 24)* Kita diangkat menjadi anak Allah (Rm. 8 : 14-17)* Kita dipersatukan dalam satu tubuh yaitu Gereja (Ef. 2)* Sekarang kita hidup dalam terang kasih-Nya (Yoh. 14 : 21 ; 16 : 27)* Kita hidup dalam perdamaian dan kegembiraan (Yoh. 15 : 11)* Kita hidup dalam rahmat dan kebenaran (Yoh. 8 : 32)* Kita hidup dalam harapan yang teguh akan kehidupan kekal (Rm. 5 : 3)* Semuanya ini berlaku untuk diri sendiri, sesama/kehidupan bersama dan alam semesta (Rm. 8 : 21)Dengan dibebaskan dari beban dosa, hidup kita semakin berkembang sesuai dengan rencana Allah sejak semula. Manusia dan alam semesta dipulihkan kembali kepada tujuan yang sesugguhnya. Hidup manusia diintegrasikan dalam cintakasih.
Kematian akibat dosa kehilangan dayanya, karena seseorang yang berada dalam persatuan dengan Kristus berarti ia adalah ciptaan baru. Yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang, inilah hasil penebusan Kristus, suatu dunia baru, manusia baru (2 Kor 5 : 17). Allah sangat menghormati kebebasan kita, Allah tidak memaksa manusia untuk menjadi bahagia. Kita bebas untuk menerima anugerah penebusan yang disediakan Allah bagi kita.
Bila kita menerimanya maka hidup baru itu akan menjadi kenyataan dalam hidup kita. Inilah iman kepercayaan kita : menerima dan mengikuti Kristus, membuka hati untuk rahmat penebusan yang disediakan Allah dalam diri Kristus dan bersama Dia menjawab panggilan Bapa : * “Semua orang yang menerima Dia diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya...”(Yoh. 1 : 12)* Bila manusia bersatu dengan Kristus, percaya akan Dia, dan berlandaskan kepercayaan itu menerima kemanusiaan-Nya, hidup, sengsara, dan kematian-Nya dari tangan Allah, atau mau menjadi semakin serupa dengan Dia (Flp. 3 : 10), serta mau menempuh jalan yang sama seperti Dia, maka kita akan hidup dalam “hidup yang baru” bersama Dia pula (Rm. 6 : 2-4). * Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan (Rm. 10 : 9).
DOA (Gubahan Kardinal Newman)
“Ya Yesus, tolonglah aku menyebarkan keharuman-Mu ke mana pun aku pergi. Banjirilah jiwaku dengan Roh-Mu dan hidup-Mu. Tembuslah dan kuasailah diriku seutuhnya, agar kehidupanku hanya memancarkan kehidupan-Mu. Bersinarlah melalui diriku, dan tinggallah di dalam diriku, agar setiap jiwa yang kutemui boleh merasakan kehadiran-Mu dalam jiwaku. Biarlah mereka bukan melihatku lagi, melainkan Yesus. Tinggallah bersamaku, maka aku akan bersinar seperti Engkau bersinar menjadi terang bagi yang lain. Terangnya ya Yesus adalah dari-Mu, samasekali bukan dariku. Engkaulah yang akan menerangi yang lain melalui diriku. Oleh karenanya biarlah aku memuji-Mu dengan cara yang paling Engkau sukai, yaitu dengan menyinari orang-orang di sekelilingku. Biarlah aku mewartakan diri-Mu tanpa berkotbah, bukannya dengan kata-kata, melainkan dengan teladan, lewat kuasa dan pengaruh simpatik dari apa yang kuperbuat, bukti kepenuhan kasihku kepada-Mu, amin.”
Sharing :
* Apa dan bagaimana peranan doa dalam kehidupan Anda pribadi? Sharingkanlah pengalaman kehidupan doa Anda dalam sel* Doa membuat kita semakin dekat dengan Tuhan dan membawa kita juga dapat mengasihi sesama. Bagaimana pengalaman Anda jika sedang merasa jengkel, marah atau kesal dengan orang lain, dapatkah Anda tetap berdoa dengan baik? Dapatkah Anda mendoakan orang-orang yang menjengkelkan itu? Sharingkanlah pengalaman Anda dengan teman dalam sel.
8. Sharing "Pengadilan Tuhan"
Pengadilan Tuhan
St. Agustinus pernah berkata
St. Agustinus pernah berkata
“Kalau saja orang-orang Kristen sering bermeditasi tetang hal pengadilan Tuhan; maka pastilah mereka akan lebih mendalami Kitab Suci dan Hidup mereka akan dipenuhi Rahmat.”
Itu betul.
Itu betul.
Sikap hidup kita akan berubah kalua kita terus dalam sikap berjaga-jaga seolah-olah pengadilan Tuhan kepada kita akan terjadi hari ini. Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hokum yang memerdeka orang.(Yak 2 :12). Hari Pengadilan/Penghakiman adalah betul-betul sebuah pengadilan dan akhir dari kedilan Tuhan; dimana semua perbuatan, sekalipun yang tersembunyi, perbuatan baik atau jahat akan di adili. Pada hari itu, setiap orang akan menjadi seperti dirinya-sendiri, tanpa topeng, tanpa pretense; apa adanya. Tiap perbuatan harus dipertanggung-jawabkan pada hari penghakiman. Parqa pendosa yang tidak mau bertobat akan masuk ke dalam Neraka, mereka yang bertobat dan belum sepenuhnya dapat masuk Surga, karena masih harus menyesali akibat dosanya, masuk ke dalam api penyucian, dan jiwa-jiwa yang sepenuhnya hidup dalam Rahmat Tuhan masuk ke daqlam Kebahagiaan Surgawi.
Maka dengarkan kata-kata Yesus, “Berjaga-jagalah senantiasa, sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan “Anak Manusia”(Luk 2 :36). Pada hari Penghakiman Terakhir benar-benar akan diadakan “perhitungan” yang sifatnya final dan jujur.
St. Agustinus berkata
bahwa setan akn menjadi pendakwa yang jahat bagi jiwa kita. Setan akan mendakwa bahwa kita selama hidup tidak pernah melaksanakan perintah Tuhan, tapi kita melaksanakan perintah setan. Maka setan akan mengklaim bahwa jika kita adalah miliknya. Lalu kita mungkin tersipu-sipu menjwab, “Ya Tuhan mengikuti kehendak iblis memang mudah, tidak melelahkan, tapi mengikuti kehendak-Mu sangat berat bagiku.”
Persiapan kita untuk manghadapi hari penghakiman terakhir akan menentukan ke mana kita akan pergi. Jalan hidup kita di dunia akan menjadi hakim bagi kita sendiri pada hari itu. Tuhan kan membalas setiap orang menutrut perbuatanya. Selama masih ada waktu, maka marilah kita hidup dalam cinta-kasih Kristus dan cinta kepada sesame; kita berjalan pada jalan menuju kehidupan, karena waktu sekarang inilah waktu yang berkenan, waktu kerahiman Tuhan.
Sepanjang hidup di dunia ini Bunda Maria, Bunda Kerahiman/Bunda Belas Kasih.
Merupakan Rahmat istimewa, jika pada saat akhir hidup kita, kita selalu berada dekat dengan Bunda Maria, menghampiri fakta kasih karunia untuk menndapat pertolongan pada waktunya. Sekalipun satu kaki kita telah berada di Nereka; asal saja kita meminta pertolongan saat itu juga kepada Perawan Tak Bernoda, Maria, maka dia akan memberikan keselamatan abadi kepada kita.
Merupakan Rahmat istimewa, jika pada saat akhir hidup kita, kita selalu berada dekat dengan Bunda Maria, menghampiri fakta kasih karunia untuk menndapat pertolongan pada waktunya. Sekalipun satu kaki kita telah berada di Nereka; asal saja kita meminta pertolongan saat itu juga kepada Perawan Tak Bernoda, Maria, maka dia akan memberikan keselamatan abadi kepada kita.
Bunda Maria menjamin akan membantu kita memasuki kehidupan kekal pada saat hari penghakiman terakhir, kalau saja kita menjadikan hidup doa dan ketaatan Bunda Maria kepada kehendak Tuhan, menjadi sikap hidup kita juga.
Langganan:
Postingan (Atom)